Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang merupakan barometer kinerja pasar saham di Indonesia telah tumbuh 5.12% dari awal tahun sampai dengan Maret 2017, sementara itu kinerja Infovesta Goverment Bond Index (IGBI) yang merupakan barometer pertumbuhan obligasi pemerintah mengekor 3.73%. Bagaimana dengan kinerja industri reksadana Indonesia?
Tahun 2017 diawali dengan iklim investasi yang menarik karena rendahnya inflasi tahunan di 3.4% namun seiring dengan berjalannya ekonomi dan pertumbuhan kredit inflasi perlahan merangkak ke 3.6 % y-o-y di akhir Maret 2017, kenaikan inflasi yang minim ini memang menjadi perhatian namun dipandang belum akan menyebabkan kenaikan suku bunga sehingga menjadi katalis positif bagi pasar modal.
Masuknya dana asing hingga Rp 8.3 triliun ke pasar saham mengangkat pertumbuhan indeks harga saham gabungan dengan sangat baik namun kinerja reksadana saham masih belum mampu mengunggulinya. Hingga 31 Maret rata-rata reksadana saham membukukan kinerja year to date 2.86% dengan reksadana saham terbaik membukukan return 26.3% dan yang terburuk mencatatkan kerugian --21%. Sementara pada reksadana pendapatan tetap, reksadana berbasis obligasi ini secara rata-rata membukukan kinerja sebesar 3.76%, dengan reksadana pendapatan tetap terbaik membukukan kinerja 15.4% dan yang terburuk sebesar -14%.
Sedangkan reksadana campuran yang isinya umumnya adalah perpaduan antara saham dan obligasi secara rata-rata membukukan kinerja year to date sebesar 3.43% dengan reksadana campuran terbaik menghasilkan return sebesar 13 % dan yang terburuk merugi sebesar -2.8%. Sementara untuk reksadana pasar uang secara rata-rata membukukan kinerja year todate sebesar 1.04% dengan reksadana pasar uang terbaik membukukan return 2.1% dan yang terburuk sebesar -0.035%
Hasil kinerja reksadana 2017 diatas cukup menggembirakan karena rata-rata kinerjanya positif meski dibawah indeks, terutama untuk reksadana saham, dalam periode 3 bulan terakhir rata-rata reksadana saham dibawah IHSG. Berdasarkan data yang ada, tercatat 52 reksadana saham dari total 212 produk beredar (24.5%) yang dapat membukukan return lebih tinggi dari IHSG. Mengacu pada kalkulasi data secara historis (periode 2001 – 2016), di mana secara rata-rata kurang dari 50% dari total produk reksadana saham yang dapat mengalahkan IHSG, data terbaru ini semakin mempertegas semakin sulit bagi manajer investasi untuk mengalahkan kinerja IHSG dan menjadi catatan bagi investor untuk memilih reksadana bawah reksadana saham yang memiliki kinerja setara dengan indeks belum tentu buruk. Disisi lain kinerja reksadana pendapatan tetap justru secara rata-rata masih menjadi yang terbaik dibanding jenis reksadana lainnya. Hal ini dipicu oleh rendahnya suku bunga dan harapan atas membaiknya peringkat hutang Indonesia di dunia internasional
Seiring dengan kinerja yang menggembirakan, secara dana kelolaan industri tahun 2017 terus mencatatkan kenaikan. Per tanggal 31 Maret 2017 dana kelolaan total reksadana non penyertaan terbatas mencapai Rp 353 triliun, Komposisi 3 dana kelolaan terbesar masih dikuasai oleh industri reksadana saham sebesar Rp 116.6 triliun, disusul oleh reksadana terproteksi sebesar Rp 91.6 triliun dan reksadana pendapatan tetap sebesar Rp 70.7 triliun.
Dana kelolaan total sendiri tumbuh 7.5% dibanding dana kelolaan per akhir tahun 2016 sebesar Rp 328.6 triliun. Fenomena menarik terjadi di industri reksadana berbasis obligasi dimana porsi reksadana pendapatan tetap naik signifikan dibanding tahun lalu. Peningkatan dana kelolaan secara signifikan terjadi pada reksadana pasar uang dan indeks yang dana kelolaanya masing-masing tumbuh 42% dan 38% di tahun 2017 ini . Hal ini dapat dilihat sebagai investor melakukn profit taking dan memarkirkan dana nya pada reksadana pasar uang
Untuk tahun 2017 industri reksadana kita memiliki harapan seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang baik serta peningkatan belanja dalam negeri seiring dengan pernaikan ekonomi. Namun demikian dunia juga masih dibayangi kekhawatiran kenaikan suku bunag the fed, memanasnya kondisi di timur tengah yang berpengaruh ke harga minyak. Berkaca pada kinerja industri reksadana secara keseluruhan pada tahun 2017 yang baik maka sepertinya efek psikologis kinerja tahun 2016 dimana reksadana berbasis obligasi memiliki kinerja lebih baik dari berbasis saham mulai berubah. Investor kembali melirik reksadana berbasis saham memanfaatkan perbaikan ekonomi yang tercermin dari kinerja emiten saham.Manajer investasi tentunya diharapkan dapat mengakomodasikan tren ini dan membentuk reksadana dengan portfolio yang lebih agresif karena preferensi investor terlihat sedang menuju pada reksadana dengan kinerja baik. Namun demikian mengingat kondisi tahun 2017 diperkirakan masih belum pasti maka diversifikasi tetap relevan karena tidak mungkin investor dapat menebak secara pasti reksadana jenis apa yang akan bersinar maka tidak ada salahnya untuk meminimalkan risiko dengan menyebarkan dana pada jenis reksadana yang berbeda dengan tetap disesuaikan dengan tujuan finansial masing-masing. Investor juga disarankan melakukan profit taking bila memang target investasi sudah tercapai.
Happy Investing