Tahun 2015 menjadi tahun yang kurang menggembirakan bagi dunia pasar modal terutama di Indonesia disaat bursa - bursa besar di dunia mengalami koreksi yang cukup tersebar. Bursa Dow Jones di amerika mengalami pelemahan hingga 1% sejak awal tahun hingga 25 Nov 2015, begitujyga dengan bursa Hongkong yang melemah 4%, di asia hanya bursa di Tokyo Jepang yang mengalami penguatan hingga 14% sejak awal tahun. Bursa efek Indonesia sendiri mengalami penurunan hingga 12.2%. Lesunya kondisi pasar modal dunia ini dipicu oleh isu kenaikan suku bunga di Amerika yang merambat ke sektor lain seperti perbankan dan asuransi ditambah juga dengan perlambatan ekonomi secara global yang memicu pelemahan Rupiah yang membuat harga instrumen pasar modal berjatuhan.

Kondisi turunya perekonomian dan sentimen negatif baik dari bursa regional dan internasional telah ikut menjungkalkan pasar modal Indonesia karena disinyalir dana asing mengalir deras keluar dari negeri kita ini. Sebagai akibatnya industri reksadana yang sangat bergantung pada dunia pasar modal ikut terkena imbasnya. Industri yang paling terpukul adalah reksadana saham(RDS). Sejak awal tahun hingga September ini rata-rata reksadana saham berkinerja negatif 15.6%. Hal yang menarik untuk dicermati adalah ketika bursa mengalami kejatuhan ternyata rata-rata Manajer Investasi memiliki kinerja yang lebih buruk dari indeks.

Jenis reksadana lain yang membukukan kerugian adalah reksadana campuran(RDC). Jenis reksadana yang merupakan gabungan antara obligasi dan saham ini membukukan kerugian hingga 7.5%. Sementara itu reksadana yang fokusnya pada obligasi yaitu reksadana pendapatan tetap masih mampu menguat 3%, Harga obligasi sendiri sebenarnya mengalami penurunan yang cukup tajam akibat kekhawatiran naiknya suku bunga namun sesuai namanya yaitu pendapatan tetap reksadana jenis ini mendapatkan kupon atau bunga dari obligasi yang menjadi portfolionya.

Reksadana yang konsisten dapat membukukan return positif adalah tipe reksadana pasar uang (RDPU) dan reksadana terproteksi. Reksadana pasar uang adalah reksadana yang investasinya banyak masuk ke deposito dan obligasi yang jatuh temponya kurang dari 1 tahun sehingga memiliki risiko yang relatif paling kecil dibanding reksadana lainnya. Hal ini terbukti dari kinerja reksadana pasar uang yang membukukan return positif 5.8% dalam 11 bulan ini.

Hal yang cukup menggembirakan adalah walaupun kinerja pasar modal kita memburuk tidak berarti bahwa para investor menjadi panik dan ramai-ramai menarik investasinya dari reksadana seperti yang terjadi di tahun 2005. Pada awal tahun 2015 dana kelolaan reksadana (diluar reksadana penyertaan terbatas) mencapai Rp 228 triliun dan pada akhir Oktober ini naik menjadi Rp 247 triliun walaupun return turun yang menarik adalah ternyata hingga Oktober 2015 investor yang melakukan subscription (pembelian) masih lebih besar dari yang melakukan redemption artinya sebagian investor justru melihat penurunan kinerja pasar modal sebagai saat yang tepat untuk masuk ke industri reksadana.

Lalu bagaimana tindakan yang dapet diambil oleh para investor reksadana menyikapi penurunan bursa ini? Pada dasarnya terdapat 2 pilihan yaitu bila investor sudah tidak tahan lagi dengan tergerusnya modal dan memiliki tujuan jangka pendek atas dana yang dimiliki maka cutloss bisa menjadi pilihan walaupun kerugian yang diterima cukup dalam. Pilihan kedua dan yang memang seharusnya dilakukan oleh investor reksadana yang merupakan instrumen jangka panjang adalah membiarkan dulu investasi reksadana anda. Dengan asumsi hingga akhir tahun kerugian yang diderita masih dilevel 20% maka untuk bisa kembali ke modal semula return yang dibutuhkan adalah sekitar 40%. Return ini bukanlah sesuatu yang mustahil dicapai dalam jangka panjang. Menurut data historis rata-rata reksadana saham dapat mencapai return 100% dalam 2- 3 tahun. Selama uang anda belum akan digunakan dalam jangka pendek ini maka membiarkan investasi anda adalah hal yang bijaksana.

Sejarah membuktikan bahwa dalam jangka panjang investasi di obligasi maupun saham baik langsung maupun tidak langsung lewat reksadana selalu menguntungkan. Namun dalam jangka waktu pendek fluktuasi selalu terjadi dan investor bisa berpotensi rugi bila tidak hati-hati dalam memilih instrumen yang tepat.Investor yang mengambil keputusan berinvestasi di reksadana diharapkan sudah memiliki tujuan, jangka waktu investasi dan memahami risiko yang dapat terjadi. Bila anda memiliki horizon dan tujuan investasi jangka panjang serta sanggup melihat nilai investasi anda berfluktuasi dan bahkan merugi di jangka pendek maka saat ini adalah momen yang tepat untuk mulai masuk ke reksadana. Happy Investing