Tahun 2016 telah kita lewati selama 9 bulan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang merupakan barometer kinerja pasar saham di Indonesia telah tumbuh 16.8% sampai dengan 30 September 2016, sementara itu kinerja Infovesta Goverment Bond Index (IGBI) yang merupakan barometer pertumbuhan obligasi pemerintah tumbuh 12.61%. Bagaimana dengan kinerja industri reksadana Indonesia?
Tahun 2016 diawali dengan iklim investasi yang menarik karena dimulai dengan inflasi tahunan yang menurun dan memicu penurunan suku bunga dan memacu IHSG ke level 4900 an , penurunan suku bunga sempat terhambat ditengah kekhawatiran kenaikan suku bunga Amerika dan neraca perdagangan yang terus defisit. Ditambah dengan kekhawatiran mengenai referendum Brexit dan ketidakpastian Tax amnesty sempat membuat IHSG terkoreksi ke 4700 an di bulan Mei. Namun dengan kepastian penurunan suku bunga the fed yang tertunda dan hasil tax amnesty yang diluar dugaan menarik minat wajib pajak, didukung dengan penurunan suku bunga dalam membuat IHSG melonjak hingga mencapai level 5400 an di kuartal III 2016.
Didukung dengan pertumbuhan indeks harga saham gabungan sangat menggembirakan kinerja reksadana saham pun bersinar. Hingga 30 September 2016 rata-rata reksadana saham secara year-to-date membukukan kinerja 12.56% dengan reksadana saham terbaik membukukan return 36.7% dan yang terburuk mencatatkan kerugian -36%. Sementara pada reksadana pendapatan tetap berbasis rupiah, reksadana berbasis obligasi ini secara rata-rata membukukan kinerja sebesar 11%, dengan reksadana pendapatan tetap terbaik membukukan kinerja 24% dan yang terburuk sebesar 1.33%.
Sedangkan reksadana campuran yang isinya umumnya adalah perpaduan antara saham dan obligasi secara rata-rata membukukan kinerja sebesar 12.39% dengan reksadana campuran terbaik menghasilkan return sebesar 33% dan yang terburuk merugi sebesar -32%. Disusul oleh reksadana pasar uang yang secara rata-rata memberikan kinerja sebesar 3.73% dengan reksadana pasar uang terbaik memberikan return sebesar 6.31% dan yang terburuk sebesar -2%.

Hasil kinerja reksadana 2016 diatas walau cukup menggembirakan karena rata-rata positif, namun yang menjadi catatan adalah rata-rata kinerja reksadana dibawah indeks acuan terutama untuk reksadana saham. Berdasarkan data yang ada, tercatat hanya 92 reksadana saham dari total 187 produk beredar (49%) yang telah terbit sejak awal tahun dapat membukukan return lebih tinggi dari IHSG. Atau hampir setengah dari produk yang ada memiliki kinerja dibawah IHSG
Mengacu pada kalkulasi data secara historis (periode 2003 – 2015), di mana secara rata-rata hanya 50% dari total produk reksadana saham yang dapat mengalahkan IHSG, data terbaru ini menegaskan kembali bahwa dari sisi return, sulit bagi manajer investasi untuk mengelola reksadana yang mampu melampaui IHSG walau pada kondisi pasar yang bullish hal tersebut lebih mungkin untuk tercapai. Disisi lain kinerja reksadana saham masih menjadi yang terbaik dibanding jenis reksadana lainnya.
Secara dana kelolaan industri tahun 2016 masih mencatatkan kenaikan. Per akhir September 2016 dana kelolaan total reksadana non pernyertaan terbatas mencapai Rp 305.9 triliun, Komposisi 3 dana kelolaan terbesar masih dikuasai oleh industri reksadana saham sebesar Rp 104.8 triliun, disusul oleh reksadana terproteksi sebesar Rp 78.5 triliun dan reksadana pendapatan tetap sebesar Rp 64.2 triliun.
Dana kelolaan total sendiri tumbuh 18.2% dibanding dana kelolaan per akhir tahun 2015 sebesar Rp 258.8 triliun. Fenomena pertumbuhan tertinggi terjadi di industri reksadana pendapatan tetap yang dana kelolaanya tumbuh 43.75% disusul oleh ETF (Exchange Trade Fund) yang dana kelolaanya tumbuh 41.2%, pertumbuhan tertinggi berikutnya oleh jenis reksadana terproteksi sebesar 33% hal ini sejalan dengan tren penurunan suku bunga dan juga peraturan OJK yang mewajibkan investor institusi memiliki Surat Berharga Negara yang diperbolehkan melalui reksadana
Di kuartal terakhir 2016 ini industri reksadana kita memiliki banyak harapan seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik, euforia yang tinggi atas dana dari tax amnesty, rendahnya inflasi dan ekspektasi penurunan suku bunga kembali yang menjadi katalis bagi pasar obligasi maupun saham. Disamping harapan pemerintah untuk menurunkan pajak bagi perusahaan guna menarik reptatriasi. Selain itu potensi kenaikan rating Indonesia menuju investment grade sangat ditunggu investor. Namun demikian dunia juga masih dibayangi perlambatan ekonomi di Eropa dan Tiongkok, Pemilu di Amerika Serikat. IHSG masih berpotensi menembus level psikologis 5500 sepanjang euforia tax amnesty sesuai dengan ekspektasi. Berkaca pada kinerja industri reksadana secara keseluruhan umumnya akhir tahun adalah saat yang baik untuk berinvestasi mengingat 10 tahun terakhir windows dressing selalu terjadi terutama pada reksadana berbasis saham. Manajer investasi tentunya diharapkan dapat mengakomodasikan tren ini. Namun demikian diversifikasi tetap penting karena tidak mungkin investor dapat menebak secara pasti reksadana jenis apa yang akan bersinar maka tidak ada salahnya untuk meminimalkan risiko dengan menyebarkan dana pada jenis reksadana yang berbeda dengan tetap disesuaikan dengan tujuan finansial masing-masing.
Happy Investing