Kejatuhan bursa setelah kemenangan presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump dapat mengejutkan terutama bagi investor baru, namun demikian koreksi dalam bukanlah sesuatu yang aneh di bursa saham dengan berbagai penyebab. Mulai dari krisis subprime mortgage, krisis Yunani , kenaikan suku bunga The Fed dan sebagainya. Namun kabar baiknya hingga kini bursa Indonesia selalu dapat kembali atau rebound.
Namun demikian seberapa jauh bursa dapat terkoreksi? Kejadian terburuk dalam 10 tahun terakhir Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang tahun 2008 ambles sebesar 50% namun bila anda berinvestasi di IHSG maka potensi kerugian maksimal yang bisa anda derita adalah masuk di tanggal 8 Januari 2008 ketika indeks berada di level tertinggi 2830 dan keluar tanggal 29 Oktober 2008 saat IHSG terjun bebas ke level terendah di 1111 dengan kata lain anda buntung sebesar 61%. Kerugian sebesar -61% ini dalam istilah investasi dikenal sebagai Maximum Draw Down (MDD). Dalam 10 tahun terakhir data kejatuhan IHSG dan rata-rata reksadana saham yang diwakili oleh Infovesta Equity Fund Index dapat dilihat dalam tabel berikut :


Secara umum dapat dilihat bahwa rata-rata reksadana saham memiliki risiko dalam bentuk MDD yang lebih tinggi dari indeks harga saham gabungan. Ini menyiratkan manajer investasi belum melakukan diversifikasi secara optimal sehingga dari sisi risiko menjadi lebih besar.
Dari sisi risiko sendiri dapat dilihat bahwa walaupun umumnya indeks mengalami return positif namun selalu ada potensi bagi investor yang ”kurang beruntung” untuk mengalami kerugian setiap tahun bila membeli pada saat harga tertinggi dan ”cut loss” setelahnya pada harga terendah. Bila dirata-rata dalam 10 tahun terakhir indeks selalu dapat jatuh sebesar 21% dari titik tertingginya. Kejatuhan dalam ini tidak terjadi dalam waktu singkat, di tahun 2008 nyaris dalam 10 bulan IHSG terus melemah, koreksi iHSG hingga kembali rebound tercepat terjadi di tahun 2007 yang mencapai 23 hari. Pada tahun 2016 sendiri IHSG sudah melemah sebanyak 42 hari ( hingga 16 November ) masih dibawah rata-rata 10 tahun sebanyak 82 hari.
Walaupun angka kerugian diatas terlihat mengerikan investor saham perlu untuk terus memiliki horizon investasi jangka panjang. Pada kerugian sangat dalam di tahun 2008 pun IHSG dapat rebound kembali di tahun 2010. Artinya selama fundamental ekonomi masih baik dan para emiten masih dapat menghasilkan profit dari menjalankan usahanya maka selalu ada potensi untuk rebound. Sebenarnya koreksi merupakan bagian dari investasi saham sehingga investor digarapkan selalu memiliki strategi untuk menghadapinya.
Bagaimana dengan investasi di reksa dana saham (RDS)? Hakikat dari reksa dana saham adalah kita menitipkan uang kita ke manajer investasi (MI) untuk dikelola. Atas jasa penitipan dan pengelolaan tersebut maka MI memungut fee/biaya dalam bentuk persentase yang besarannya tetap. Dengan kata lain baik saat kita untung ataupun rugi MI akan terus memotong fee, tentu saja investor mengharapkan MI mampu mengalahkan pasar sehingga tidak sia sia kita membayar fee ke MI. Bentuk mengalahkan pasar ini bermacam-macam salah satunya adalah bila pasar sedang turun maka reksa dana saham diharapkan turun lebih kecil dari IHSG. Dengan demikian investor juga perlu melihat apa yang terjadi pada return reksadana saham ketika bursa mengalami koreksi. Belum tentu reksadana saham dengan return yang tinggi akan terus menjadi yang terbaik. Faktor konsistensi kinerja lebih penting dalam jangka panjang.
Dengan kondisi bursa saham saat ini berfluktuasi dengan sangat tajam maka bisa saja sewaktu-waktu berbalik arah. Untuk mengantisipasi hal ini investor dapat berinvestasi pada reksa dana saham yang secara historis potensi kerugiannya lebih kecil dari IHSG dengan harapan bila tiba tiba pasar berbalik arah kerugian yang diderita investor tidak sebesar pasar. Untuk memilih reksa dana saham yang baik secara MDD maka dapat dilihat dengan cara membandingkan MDD RDS dengan MDD IHSG selama 5 tahun terakhir. Happy Investing!