Untuk memahami secara sederhana, obligasi adalah surat pengakuan hutang yang dapat diterbitkan oleh pemerintah atau perusahaan. Obligasi berisi janji dari pihak yang menerbitkan untuk membayar imbalan berupa bunga (kupon) pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada akhir waktu yang telah ditentukan. Obligasi sendiri dapat diperjualbelikan dan memiliki harga yang dapat bergerak umumnya berbanding terbalik dengan pergerakan suku bunga. Dalam istilah obligasi pendapatan kupon ditambah dengan selisih harga jual beli dikenal sebagai Yield (imbal hasil)
Sebagai ilustrasi tahun 2016-2017 suku bunga acuan BI 7 day repo rate mengalami penurunan dari 5.5% pertahun menuju 4.25% . Penurunan ini diikuti dengan masa keemasan obligasi dimana secara rata-rata pemegang obligasi pemerintah mendapatkan imbal hasil hingga 23%. Hal ini terjadi karena ketika suku bunga turun, Yield yang diharapkan investor juga turun dan mengakibatkan harga obligasi naik.
Sebaliknya pada tahun 2018 terjadi beberapa peristiwa yang memaksa Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan seperti kenaikan suku bunga the fed di amerika serikat. BI 7 day repo rate naik secara signifikan dari 4.25% pertahun menjadi 6% pertahun. Yield obligasi pun meningkat tajam dan harga obligasi berguguran. Akibatnya pada tahun 2018 imbal hasil obligasi pemerintah secara rata-rata hanya 0.2% karena tergerus oleh penurunan harga.
Lalu bagaimana dengan tahun 2019 ini? The Fed sempat memberikan sinyal berencana untuk kembali menaikkan suku bunga namun demikian terkait kondisi politik dan ekonomi yang terjadi membuat peluang kenaikan ini menipis. Dengan berkurangnya tekanan dari luar maka bila melihat data perekomian Indonesia seperti inflasi yang rendah pada level 2.57% per bulan February 2019 maka tidak ada alasan bagi Bank Indonesia untuk kembali menaikkan suku bunga, bahkan terbuka kemungkinan untuk suku bunga dapat diturunkan. Bila kita berasumsi suku bunga tidak berubah maka imbal hasil yang akan diterima investor obligasi relatif cukup tinggi. Sebagai gambaran yield rata-rata untuk obligasi negara saat ini sebesar 7.8%. Yield ini dapat meningkat lebih tinggi bila suku bunga turun. Mengingat risiko utama bagi obligasi adalah kenaikan suku bunga maka kondisi di awal 2019 ini lebih mirip dengan kondisi pada tahun 2015-2016 dimana suku bunga cenderung stabil dan akhirnya turun.
Sebagai investor kita dapat memanfaatkan momentum ini dengan mulai berinvestasi pada instrumen obligasi, misalnya dengan membeli Sukuk Ritel seri SR-011 yang memiliki kupon 8.05% (sebelum pajak) dan sedang ditawarkan oleh pemerintah hingga 21 Maret 2019. Selain itu juga dapat melalui reksadana berbasis obligasi seperti jenis pendapatan tetap.
Hingga tanggal 14 Maret 2019 berikut kinerja year-to-date 10 reksadana pendapatan terbaik dengan dana kelolaan diatas Rp 50 miliar:

Dari tabel hasil diatas dapat dilihat bahwa rata-rata return dari 10 RDPT terbaik selama year to date tahun 2019 adalah sekitar 4%. Kinerja ini jauh diatas rata-rata reksadana pendapatan tetap yang memberikan imbal hasil 2.2% pada periode yang sama. Return dari reksadana pendapatan tetap dapat terus meningkat sepanjang tidak ada kenaikan suku bunga. Pada awal tahun infovesta memprediksikan return reksadana pendapatan tetap sekitar 7% di tahun 2018 ini dengan asumsi akan ada kenaikan suku bunga hingga 2 kali. Namun bila suku bunga tidak berubah return yang didapat investor berpotensi menuju 8%, dan bahkan bila terdapat penurunan suku bunga hingga 1% ( dari 6% menuju 5%) bisa saja return reksadana pendapatan tetap menyentuh angka double digit.

Mengingat saat ini tren suku bunga masih stabil, terlihat dari kebijakan Bank Indonesia yang mepertahankan 7 days reverse repo rate yang ditetapkan berada di level 6% per tahun. Instrumen berbasis obligasi masih memiliki potensi untuk kembali membukukan kinerja yang positif diatas suku bunga deposito. Walau investor harus tetap waspada akan potensi kenaikan suku bunga bila The Fed menaikkan suku bunga di Amerika Serikat yang dapat menekan imbal hasil terutama untuk reksadana berbasis surat berharga negara
Investor yang berminat untuk membeli reksadana jenis ini harus memahami risiko perubahan harga obligasi, potensi kembali naiknya suku bunga dan juga memiliki profil risiko yang sesuai.
Happy Investing