Di tahun 2017 didorong oleh optimisme atas perbaikan ekonomi dan kenaikan peringkat Rating Indonesia menjadi Investment Grade Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang merupakan indikator pasar saham menorehkan rekor baru menembus level 5900. Tentu investor mengharapkan tren positif ini berlanjut, namun dalam tren perbaikan ekonomi yang relatif lambat di pasar global maka sentimen negatif dapat menjadi pemicu kejatuhan atau koreksi yang ditakutkan oleh investor pada bursa saham.
Koreksi atau penurunan harga bukanlah sesuatu yang aneh di bursa saham, kejadian terburuk dalam 15 tahun terakhir Indeks Harga Saham Gabungan sepanjang tahun 2008 terkoreksi sebesar 50% namun bila anda berinvestasi di IHSG maka potensi kerugian maksimal yang bisa anda derita adalah masuk di tanggal 8 Januari 2008 ketika indeks berada di level tertinggi 2830 dan keluar tanggal 29 Oktober 2008 saat IHSG terjun bebas ke level terendah di 1111 dengan kata lain anda merugi sebesar 61%. Kerugian sebesar -61% ini dalam istilah investasi dikenal sebagai Maximum Draw Down (MDD), yaitu kerugian maksimum yang mungkin terjadi pada suatu periode. Sejak tahun 2001 hingga 2017 data kejatuhan IHSG dapat dilihat dalam tabel berikut :

Dapat dilihat bahwa walaupun umumnya indeks mengalami return positif, meski demikian selalu ada potensi bagi investor yang ”kurang beruntung” untuk mengalami kerugian setiap tahun bila membeli pada saat harga tertinggi dan ”cut loss” setelahnya pada harga terendah. Bila dirata-rata dalam 16 tahun terakhir indeks selalu dapat jatuh sebesar 20% dari titik tertingginya. Kejatuhan dalam ini tidak terjadi dalam waktu singkat, di tahun 2008 nyaris dalam 10 bulan IHSG terus melemah, koreksi iHSG hingga kembali rebound tercepat terjadi di tahun 2004 yang mencapai 20 hari. Pada tahun 2017 sendiri IHSG baru melemah sebanyak 7 hari ( hingga 20 Juli ) masih jauh dibawah rata-rata 16 tahun sebanyak 80 hari. Namun tahun 2017 masih menyisakan 5 bulan sehingga angka ini dapat berubah bila terjadi katalis negatif yang memicu penjualan pada pasar saham. Sentimen negatif ini dapat dari dalam negeri seperti kenaikan inflasi dan suku bunga atau dari eksternal seperti outflow dana asing
Walaupun angka kerugian diatas terlihat mengerikan investor saham perlu untuk terus memiliki horizon investasi jangka panjang. Pada kerugian sangat dalam di tahun 2008 pun IHSG dapat rebound kembali di tahun 2010. Artinya selama fundamental ekonomi masih mendukung para emiten untuk dapat menghasilkan profit dari menjalankan usahanya maka selalu ada potensi untuk rebound. Sebenarnya koreksi merupakan bagian dari investasi saham sehingga investor digarapkan selalu memiliki strategi untuk menghadapinya.
Bagaimana dengan investasi di reksa dana saham (RDS)? Hakikat dari reksa dana saham adalah kita menitipkan uang kita ke manajer investasi (MI) untuk dikelola. Atas jasa penitipan dan pengelolaan tersebut maka MI memungut fee/biaya dalam bentuk persentase yang besarannya tetap. Dengan kata lain baik saat kita untung ataupun rugi MI akan terus memotong fee, tentu saja investor mengharapkan MI mampu mengalahkan pasar sehingga tidak sia sia kita membayar fee ke MI. Bentuk mengalahkan pasar ini bermacam-macam salah satunya adalah bila pasar sedang turun maka reksa dana saham diharapkan turun lebih kecil dari IHSG.
Dengan kondisi bursa saham saat ini berfluktuasi dengan sangat tajam maka bisa saja sewaktu-waktu berbalik arah. Untuk mengantisipasi hal ini investor dapat berinvestasi pada reksa dana saham yang secara historis potensi kerugiannya lebih kecil dari IHSG dengan harapan bila tiba tiba pasar berbalik arah kerugian yang diderita investor tidak sebesar pasar. Selain itu investor juga diharapkan memiliki strategi manajemen risiko seperti misalnya cut loss pada kerugian tertentu untuk menghindari kerugian yang terlalu dalam. Happy Investing!