Hampir 4 bulan sudah tahun 2021 kita arungi, banyak berita positif maupun negatif yang menerpa secara bergantian terhadap pasar modal kita dan dengan gelombang kedua pandemi COVID-19 turut menekan kinerja pasar modal dan juga industri reksadana. Namun demikian pada industri reksadana syariah justru mengalami peningkatan dan juga kinerja yang relatif lebih baik dari reksadana konvensional.

Dengan segala sentimen yang terjadi ternyata hingga 23 April 2021 IHSG ( Indeks Harga Saham Gabungan) mencatatkan koreksi 5% secara dalam 3 bulan terakhir. Yang menarik Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) mencatatkan kinerja yang sedikit lebih baik yaitu terkoreksi 4.5%.

Secara dana kelolaan di tahun ini reksadana syariah justru mampu tumbuh dari Rp. 64,2 triliun di akhir tahun menjadi Rp 65.6 triliun di akhir maret 20241 atau tumbuh 2.18%, pertumbuhan ini luar biasa karena pada reksadana konvensional justru terjadi penurunan hingga 2.19% pada periode yang sama. Minat investor pada reksadana pasar uang syariah membuat dana kelolaan masih bisa tumbuh.

Dari sisi kinerja industri reksadana syariah sendiri sesuai dengan tren yang terjadi 10 tahun terakhir, kinerja rata-rata dari reksadana saham syariah masih sulit mengalahkan IHSG, namun sejak 2020 tren ini mulai berubah, dalam 3 bulan terakhir rata-rata reksadana saham syariah mencatatkan koreksi 9%, lebih baik dari rata-rata reksadana saham konvensional yang terkoreksi 10%.

Kinerja reksadana syariah yang lebih baik ini disinyalir salah satunya karena saat ini sudah ada saham perbankan syariah dengan kapitalisasi yang cukup besar dan kinerja baik, tidak hanya terjadi pada yang berbasis saham, pada jenis pendapatan tetap dan campuran pun reksadana syariah unggul dengan kinerja yang lebih baik , sementara pada reksadana syariah pasar uang kinerjanya setara dengan yang konvensional.

Reksadana syariah pada dasarnya adalah investasi yang sesuai dengan hukum agama Islam. Sehingga reksadana jenis ini haram hukumnya untuk membeli saham-saham yang berhubungan dengan riba seperti perbankan non syariah,minuman keras dan rokok. Dan pada investasi pendapatan tetap pun hanya boleh membeli obligasi syariah yang disebut sukuk, serta penempatan deposito juga wajib pada bank syariah. Walaupun mengusung hukum Islam sebagai arahan investasi bukan berarti reksadana ini eksklusif untuk muslim saja, bagi investor non muslim pun reksadana ini dapat dipandang sebagai suatu strategi investasi yang saat ini optimal

Secara pengelolaan portfolio investasi sebetulnya industri reksadana syariah tantanganya lebih kompleks karena batasan investasinya. Seperti misalnya pada pendapatan tetap hanya boleh membeli instrumen sukuk atau obligasi yang berbasis syariah yang jumlahnya jauh lebih terbatas dari obligasi konvensional, pada saham pun selain harus memastikan bidang usahanya halal juga struktur modalnya dibatasi hutang maksimal hanya boleh 82% dari modalnya. Hal ini membuat emiten yang dapat dibeli oleh reksadana syariah sangat terbatas terutama yang berbasis keuangan seperti bank

Namun Pandemi Covid-19 merubah banyak hal, sebagai gambaran dalam 1 tahun terakhir 3 sektor saham dengan kinerja terbaik saat ini adalah pertanian, pertambangan dan perdagangan diatas sektor keuangan yang selama in menjadi salah satu investasi andalan reksadana konvensional. Hal ini membuat reksadana syariah yang berfokus pada 3 sektor diatas kinerjanya lebih baik.

Atas kinerja reksadana syariah saat ini Manajer investasi patut diapresiasi mampu mengelola portfolio dengan lebih baik. Baik dibanding periode sebelumnya ataupun dibanding reksadana konvensional, ditengah kekhawatiran atas perlambatan ekonomi dimana investor umumnya akan mencari imbal hasil yang lebih baik maka reksadana syariah saat ini bisa menjadi alternatif diversifikasi yang menarik.

Namun perlu ditekankan data diatas tentu saja merupakan kinerja historis, hasil dapat berubah bila periode pengamatan dirubah, untuk investor menentukan sektor mana yang dipilih harus juga mempertimbangkan proyeksinya dimasa depan. Sangat penting bagi investor untuk menyesuaikan investasinya dengan tujuan investasi dan profil risiko masing-masing.

Untuk saat ini walau secara valuasi saham-saham syariah tergolong sangat murah namun ketidakpastian ekonomi tetap menjadi pertimbangan utama investor sehingga reksadana berjenis saham hanya cocok untuk investor dengan jangka waktu hingga 5 tahun, untuk investor yang timeframe investasinya lebih pendek reksadana syariah berbasis sukuk tetap menarik untuk timeframe investasi 3 tahun, terbukti dengan rata-rata kinerja yang mampu bertahan dengan banyak reksadana pendapatan tetap syariah yang masih positif tahun ini. Walau default risk dipandang dapat meningkat jika pandemi terus berlanjut tetapi investor bisa memitigasi hal ini dengan membeli reksadana yang berbasis sukuk negara.

Reksadana pasar uang syariah pun dapat digunakan sebagai tempat parkir dana yang menguntungkan dan relatif aman untuk investor dengan timeframe yang lebih pendek, apalagi saat ini dari Otoritas Jasa Keuangan dan juga manajer investasi terus meningkatkan pemanfaatan teknologi untuk investasi reksadana sehingga kemudahan berinvestasi reksadana sudah semudah berbelanja pada marketplace melalu web ataupun aplikasi ponsel.

Seiring dengan fluktuatifnya kinerja pasar modal yang masih cenderung tertekan ditengah pandemi, Reksadana syariah dengan fokus tertentu dapat terlihat menarik secara kinerja. Secara historis krisis pasar modal akan berlalu dan sebagai investor dan lebih bijak untuk tetap berinvestasi. Ada baiknya investor memperlakukan reksadana syariah sebagai alat bantu untuk diversifikasi setelah disesuaikan dengan tujuan dan jangka waktu investasinya.