Tahun 2018 diperkirakan merupakan tahun dengan suku bunga yang rendah. Hal ini akan berimbas pada imbal hasil deposito yang terus menurun, sebagai alternatif yang aman untuk mempertahankan nilai uang investor agar tak tergerus inflasi bagi investor individu adalah melalui investasi di Obligasi Negara Ritel (ORI)

Permintaan ORI ataupun Sukuk Negara Ritel (SUKRI) umumnya meledak di pasaran karena dianggap bebas risiko default, relatif murah dan memberikan imbal hasil yang menarik. Bersamaan dengan itu, muncul pula produk reksadana, terutama reksadana terproteksi yang menggunakan ORI/SUKRI sebagai instrumen investasi utama. Sebenarnya pilihan investasi yang mana yang lebih menguntungkan? Apakah investasi dengan membeli ORI di pasar perdana? Ataukah dengan membeli produk reksadana terproteksi yang berbasis ORI? Dalam kesempatan kali ini, mari kita kupas lebih jauh mengenai kelebihan dan kekurangan dari berinvestasi secara langsung pada ORI dan berinvestasi pada ORI melalui produk reksadana.

Seperti yang sering kita lihat pada berita-berita di berbagai media, keunggulan ORI yang utama adalah return yang lebih besar bila dibandingkan dengan deposito dan dengan pajak yang lebih rendah (15% untuk kupon ORI dan 20% untuk bunga deposito). Keunggulan yang lain adalah pembayaran ORI dijamin oleh pemerintah Republik Indonesia sehingga keamanan investor sangat terjamin.

Namun, bagaimanakah bila investasi pada ORI tersebut bila dibandingkan dengan investasi pada reksadana yang berbasis ORI?

Hal yang menarik dari reksadana ORI, tingkat return yang dijanjikan oleh reksadana berbasis ORI ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan return dari investasi pada ORI secara langsung. Hal ini dimungkinkan karena adanya PP No. 16 Tahun 2009 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi. Berdasarkan pada PP tersebut, bunga obligasi (ORI) dapat dikenakan pajak penghasilan sebesar 15%. Di lain pihak, pembayaran deviden reksadana berbasis ORI hanya dikenakan pajak penghasilan 5% hingga tahun 2020.

Sebagai ilustrasi, di tahun 2017 ini pemerintah berencana untuk menerbitkan ORI 014 yang imbal hasilnya 5.85%. Sebagai ilustrasi sebuah reksadana terproteksi berbasis ORI 014 yang memiliki kupon 5.85% memiliki biaya jasa Manajer Investasi sebesar 0.25% dan biaya jasa kustodian sebesar 0.1%. Bila seorang investor melakukan pembelian terhadap reksadana tersebut sebesar Rp 10.000.000, keuntungan yang diperoleh dari investasi tersebut adalah Rp 555.750,- (setelah dipotong pajak sebesar 5%) lalu dikurangi biaya MI dan Kustodian sebesar Rp 36.945.,- sehingga secara bersih investor mendapatkan Rp518.804,- atau ekuivalen dengan return sebesar 5.18%. Bandingkan dengan bila investor membeli sendiri ORI 014 , pendapatan investor dari kupon obligasi sebesar 5.85 % dan harus dipotong pajak sebesar 15% sehingga menjadi sebesar 4.97%. Namun harap dilihat baik-baik biaya pengelolaan manajer investasi dan kustodian yang ada, dalam kasus diatas bila biaya tersebut mencapai total 0.6% maka secara return justru lebih menguntungkan bila investor memegang sendiri obligasinya.

Keunggulan lain dari berinvestasi pada reksadana terproteksi berbasis ORI adalah tidak adanya resiko likuiditas seperti yang sering terjadi pada investasi ORI secara langsung. Pada investasi ORI secara langsung, investor yang ingin menjual ORI (terutama yang bernominal kecil) sering kesulitan untuk menemukan pembeli. Beda halnya dengan investasi pada reksadana terproteksi dimana Manajer Investasi wajib membeli bila ada investor yang melakukan penjualan (redemption) atas unit-unit yang dimilikinya.

Dari sisi risiko investasi, pada dasarnya produk reksadana memiliki risiko yang sama dengan risiko dari instrument ORI yang digunakan sebagai basis investasi. Risiko-risiko tersebut diantaranya adalah risiko perubahan kondisi ekonomi dan politik, dan risiko perubahan peraturan.

Namun, dengan berinvestasi melalui produk reksadana, investor harus menghadapi tambahan risiko. Salah satu tambahan risiko yang harus ditanggung investor adalah risiko wanprestasi. Risiko wanprestasi adalah risiko yang dapat terjadi akibat dari pihak-pihak yang terkait dengan reksadana, misalnya pialang, bank kustodian, atau agen pembayaran, gagal memenuhi kewajibannya. Kegagalan ini dapat mempengaruhi nilai aktiva bersih reksadana.

Namun dari sisi potensi keuntungan memegang ORI secara langsung lebih menarik karena adanya potensi kenaikan harga, hal ini dapat terjadi bila suku bunga kembali dipangkas. Potensi ini masih terbuka mengingat inflasi yang rendah dan target pemerintah dalam menurunkan suku bunga kredit. Sedangkan pada reksadana terproteksi dana investor dikunci dan hanya mengharapkan imbal hasil dari pembagian kupon.


Setelah mengetahui kelebihan dan kekurangan dari masing-masing instrumen investasi, maka investorlah yang harus memutuskan investasi mana yang paling sesuai dengan karakter investor sendiri. Untuk investasi pada produk reksadana, ada baiknya investor lebih jauh mengenal perusahaan manajemen investasi yang mengelola reksadana tersebut sebelum menanamkan modal. Setelah memahami hal tersebut barulah investor dapat mengambil keputusan investasi yang aman dan menguntungkan. Selamat berinvestasi.

Happy Investing