Tahun 2016 telah kita lewati selama 6 bulan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang merupakan barometer kinerja pasar saham di Indonesia telah tumbuh 11.7% sampai dengan 13 Juli 2016, sementara itu kinerja Infovesta Goverment Bond Index (IGBI) yang merupakan barometer pertumbuhan obligasi pemerintah tumbuh 9.7%. Bagaimana dengan kinerja industri reksadana Indonesia?

Tahun 2016 diawali dengan iklim investasi yang menarik karena dimulai dengan inflasi tahunan yang menurun dan memicu penurunan suku bunga dan memacu IHSG ke level 4900 an , penurunan suku bunga sempat terhambat ditengah kekhawatiran kenaikan suku bunga Amerika dan neraca perdagangan yang terus defisit. Ditambah dengan kekhawatiran mengenai referendum Brexit dan ketidakpastian Tax amnesty sempat membuat IHSG terkoreksi ke 4700 an di bulan Mei. Namun hasil tidak terduga dari referendum Brexit yang memenangkan yang pro Inggris keluar dari uni eropa justru berdampak pada bertambah kecil nya poteksi the fed menaikkan suku bunga. Hal ini didukung dengan penurunan suku bunga dalam negeri dan tercapainya kata sepakat dari DPR untuk menyetujui UU Tax Amnesty membuat IHSG melonjak hingga mencapai level 5100 an di awal Juli 2016.

Didukung dengan pertumbuhan indeks harga saham gabungan sangat menggembirakan kinerja reksadana saham pun bersinar. Hingga 13 Juli 2016 rata-rata reksadana saham secara year-to-date membukukan kinerja 11.9% dengan reksadana saham terbaik membukukan return 26.15% dan yang terburuk mencatatkan kerugian -16%. Sementara pada reksadana pendapatan tetap berbasis rupiah, reksadana berbasis obligasi ini secara rata-rata membukukan kinerja sebesar 9.3%, dengan reksadana pendapatan tetap terbaik membukukan kinerja 20% dan yang terburuk sebesar -0.18%.


Sedangkan reksadana campuran yang isinya umumnya adalah perpaduan antara saham dan obligasi secara rata-rata membukukan kinerja sebesar 11.06% dengan reksadana campuran terbaik menghasilkan return sebesar 25% dan yang terburuk merugi sebesar -7%. Disusul oleh reksadana pasar uang yang secara rata-rata memberikan kinerja sebesar 2.7% dengan reksadana pasar uang terbaik memberikan return sebesar 4.6% dan yang terburuk sebesar -0.13%.

*Sumber www.infovesta.com, hingga 13 Juli 2016
Hasil kinerja reksadana 2016 diatas cukup menggembirakan karena rata-rata kinerjanya diatas indeks, terutama untuk reksadana saham. Berdasarkan data yang ada, tercatat 122 reksadana saham dari total 156 produk beredar (78%) yang telah terbit sejak awal tahun dapat membukukan return lebih tinggi dari IHSG. Mengacu pada kalkulasi data secara historis (periode 2003 – 2015), di mana secara rata-rata hanya 50% dari total produk reksadana saham yang dapat mengalahkan IHSG, data terbaru ini menegaskan kembali bahwa dari sisi return, walau sulit bagi manajer investasi untuk mengelola reksadana yang mampu melampaui IHSG namun pada kondisi pasar yang bullish hal tersebut lebih mungkin untuk tercapai. Disisi lain kinerja reksadana saham masih menjadi yang terbaik dibanding jenis reksadana lainnya.

Secara dana kelolaan industri tahun 2016 masih mencatatkan kenaikan. Per akhir Juni 2016 dana kelolaan total reksadana non pernyertaan terbatas mencapai Rp 299.9 triliun, Komposisi 3 dana kelolaan terbesar masih dikuasai oleh industri reksadana saham sebesar Rp 113.9 triliun, disusul oleh reksadana terproteksi sebesar Rp 73.4 triliun dan reksadana pendapatan tetap sebesar Rp 57.8 triliun.

Dana kelolaan total sendiri tumbuh 15.8% dibanding dana kelolaan per akhir tahun 2015 sebesar Rp 258.8 triliun. Fenomena pertumbuhan tertinggi terjadi di industri reksadana pendapatan tetap yang dana kelolaanya tumbuh 29.3% disusul oleh terproteksi yang dana kelolaanya tumbuh 26.6% hal ini sejalan dengan tren penurunan suku bunga dan juga peraturan OJK yang mewajibkan investor institusi memiliki Surat Berharga Negara yang diperbolehkan melalui reksadana.

Di paruh kedua 2016 ini industri reksadana kita memiliki banyak harapan seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang membaik, euforia yang tinggi atas dana repatriasi dari tax amnesty, rendahnya inflasi dan ekspektasi penurunan suku bunga kembali yang menjadi katalis bagi pasar obligasi maupun saham. Selain itu potensi kenaikan rating Indonesia menuju investment grade sangat ditunggu investor. Namun demikian dunia juga masih dibayangi perlambatan ekonomi di Eropa dan Tiongkok, Serta realisasi tax amnesty yang bisa saja kurang dari ekspektas.IHSG masih berpotensi menuju level psikologis 5500 sepanjang euforia tax amnesty sesuai dengan ekspektasi. Berkaca pada kinerja industri reksadana secara keseluruhan pada tahun 2016 maka sepertinya efek psikologis kinerja tahun 2015 dimana return reksadana saham justru lebih rendah dari reksadana pasar uang terhapus di tahun ini, terlihat dari preferensi investor melakukan penempatan dana baru ke jenis reksadana berbasis saham. Manajer investasi tentunya diharapkan dapat mengakomodasikan tren ini. Namun demikian diversifikasi tetap penting karena tidak mungkin investor dapat menebak secara pasti reksadana jenis apa yang akan bersinar maka tidak ada salahnya untuk meminimalkan risiko dengan menyebarkan dana pada jenis reksadana yang berbeda dengan tetap disesuaikan dengan tujuan finansial masing-masing.
Happy Investing