Sedang tren pada media sosial tentang 10 year challenge yaitu membandingkan penampilan seseorang dibanding 10 tahun sebelumya. Pada investasi sendiri sebenarnya ada challenge atau tantangan yang harus dikalahkan oleh investor agar nilai kekayaanya tidak berkurang. Tantangan apakah itu?
Salah satu prinsip dasar dari investasi adalah untuk mempersiapkan kebutuhan pada masa depan dengan menyisihkan sebagian kekayaan kita. Investasi diperlukan karena bila uang kita hanya didiamkan saja akan tergerus oleh inflasi, yaitu kenaikan harga barang dan jasa. Untuk itu salah satu tantangan investor adalah mampu menempatkan dananya pada instrumen yang imbal hasilnya melebihi inflasi agar nilai kekayaanya bertambah.
Seberapa besarkah inflasi di Indonesia dalam 10 tahun terakhir? Merujuk pada data BPS ( Biro Pusat Statistik) dalam 10 tahun terakhir inflasi tahunan tertinggi terjasi pada tahun 2008 yang mencapai 11.06% dan inflasi terendah pada tahun 2009 yang tercatat sebesar 2.78%. secara rata-rata inflasi tahunan dalam 10 tahun terakhir adalah 5.4% dan bila diakumulasikan maka pertumbuhan inflasi 10 tahun terakhir adalah 77%.
Ini artinya secara umum harga barang dan jasa naik sekitar 77% dibanding 10 tahun yang lalu. Tentu saja kenaikan ini tidak merata ke semua bidang, ada yang inflasinya jauh lebih tinggi seperti pendidikan dan kesehatan, ada juga yang lebih rendah karena dijaga dengan subsidi oleh pemerintah seperti bahan pangan. Dari data diatas kita bisa mengasumsikan bahwa tantangan bagi investor adalah harus bisa mengembangkan dananya minimal sebesar 77% dalam 10 tahun hanya untuk nilai kekayaan dan daya beli tidak berkurang.
Lalu investasi apa yang dapat dimanfaatkan oleh investor untuk mengalahkan inflasi? dalam artikel kali ini kita akan coba melihat instrumen pasar modal dan juga emas dan deposito. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa dalam jangka panjang hingga 10 tahun,Instrumen yang dapat mengalahkan inflasi yaitu saham sebesar 125%, sedangkan obligasi pemerintah memiliki kinerja sebesar 95% sedikit dibawah reksa dana pendapatan tetap sebesar 98%. Instrumen ini jauh lebih menguntungkan dari investasi di emas yang sebesar 54%.
Satu-satunya hal yang menarik dari emas adalah faktor korelasinya, bila investor menginginkan untuk hedging atau melindungi nilai investasinya, umumnya akan melakukan diversifikasi. Diversifikasi dilakukan dengan memiliki beberapa instrumen yang korelasinya rendah, sehingga diharapkan ketika terjadi koreksi atau penurunan di suatu instrumen tidak berpengaruh ke instrumen lainnya. Dari hasil pengamatan obligasi memiliki korelasi hingga 40% dengan IHSG, namun emas hanya memiliki korelasi hingga 13%. Ini artinya pergerakan harga emas hampir tidak berhubungan dengan pergerakan harga saham, yang menjadikan emas sebagai instrumen yang sangat menarik untuk hedging ataupun diversifikasi.
Namun demikian harap diingat bahwa pengamatan diatas hanya menghitung kinerja dengan asumsi tidak ada biaya lain yang terjadi. Investasi di emas dapat menimbulkan biaya yang tidak terjadi di saham, seperti biaya pembuatan bila anda membeli emas dalam bentuk perhiasan ataupun biaya cetak bila membeli emas batangan ataupun koin emas seperti dirham, penyimpanan emas juga dapat menimbulkan biaya bila anda menyewa safe deposit box. Risiko lain adalah tidak seperti saham dan obligasi yang kepemilikan melekat pada nama anda sehingga tidak dapat dicuri, bila tidak berhati-hati emas dapat hilang secara fisik.
Dapat dilihat bahwa instrumen investasi seperti saham dan obligasi pemerintah maupun reksadana berbasis obligasi mampu mengalahkan inflasi, namun beberapa instrumen meskipun tumbuh masih dibawah inflasi. Dengan demikian sejatinya bila investor menempatkan dananya pada deposito masih “merugi” karena daya belinya justru menurun. Yang cukup mengejutkan adalah reksadana saham dan campuran yang juga masih kalah dari inflasi, ini artinya sebagian besar manajer investasi masih belum optimal dalam mengelola portfolionya. Sebagai investor maka harus sangat selektif dalam memilih produk reksadana, atau sebagai mitigasi dapat juga dengan memilih reksadana yang portfolionya menyerupai indeks saham agar kinerja tidak tertinggal.
Sebagai tambahan mungkin investor juga bertanya-tanya apakah hanya “segitu” imbal hasil investasi 10 tahun di Indonesia? Tentu saja tidak, angka diatas adlah rata-rata dari instrumen saham ataupun reksadana. Sebagai gambaran berikut 3 Juara saham dengan kinerja 10 tahun terbaik di Indonesia

MYOR adalah perusahaan dibidang konsumsi retail, KREN perusahaan yang bergerak dibidang jasa keuangan dan teknologi finansial serta CPIN adalah perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan dan budidaya hewan ternak. Investor yang beruntung memiliki dan memegang ketiga saham diatas kekayaan tumbuh diatas 30 kali lipat.
Demikian sekilas kinerja berbagai instrumen investasi dalam 10 tahun, bagaimana dengan portfolio anda, apakah sudah dapat mengalahkan inflasi?
Happy Investing