Kinerja reksadana di tahun 2018 boleh dibilang mengecewakan dibanding tahun sebelumnya. Ditengah deraan pelemahan mata uang, kenaikan suku bunga dan juga imbas perang dagang membuat kinerja reksadana hingga Oktober 2018 mengalami kerugian.Meski demikian bagi investor reksadana sebenarnya volatilitas bukanlah sesuatu yang baru ataupun perlu ditakuti. Secara historis kinerja reksadana terus menguat dalam jangka panjang sesuasi dengan perekonomian Indonesia yang terus tumbuh. Lalu bagaimana dengan tahun 2019?

Secara historis tahun depan adalah pemilihan presiden secara langsung ke empat dalam sejarah bangsa ini. Merujuk pada pilpres sebelumnya ternyata memberikan korelasi yang positif pada kinerja reksadana

Dapat dilihat pada tahun 2004 merupakan kali pertama pemilihan Presiden secara langsung oleh rakyat dilakukan. Pasangan yang mengikuti juga cukup banyak yaitu 5 pasangan, dimana pada putaran pertama tidak ada pemenang mayoritas sehingga diselenggarakan pada putaran kedua yang dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla. Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung fluktuatif pada putaran pertama dan menguat signifikan setelah pemenang putaran kedua diumumkan. Kinerja reksadana sendiri mengikuti dengan kinerja rata-rata reksadana saham tumbuh 35%. Adapun sektor saham yang naik tertinggi saat itu adalah keuangan, pertanian dan properti.

Pada tahun 2009 masyarakat indonesia sudah mulai familiar dengan metode pemilihan langsung dan pilpres diikuti oleh 3 calon pasangan. Kali ini pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono sebagai petahana pada saat tersebut memiliki basis dukungan yang kuat sehingga pemilihan hanya berlangsung 1 putaran dan didukung juga oleh dominasi pada legislatif membuat ketidakpastian politik sangat kecil. Pergerakan IHSG sendiri terus menguat dari awal tahun karena memang valuasi saham relatif sangat murah mengingat tahun 2008 terjadi koreksi yang sangat dalam terkait krisis subprime mortgage. Indeks reksadana saham pun memiliki kinerja diatas IHSG dengan return 97.3%. sektor saham yang naik tertinggi adalah aneka industri, pertambangan dan konsumsi.

Berlanjut pada tahun 2014 dimana pada saat itu hanya terdapat 2 pasangan calon yang pada akhirnya dimenangkan oleh Joko Widodo – Jusuf Kalla. Pilpres ini cukup unik karena memunculkan calon baru sebagai pemenang. IHSG sendiri sudah menguat dari awal tahun, namun justru menjadi flat setelah pengumuman pemenang. Hal ini terkait oleh adanya gugatan dari salah satu calon dan juga dominasi pada legislatif yang cenderung kurang. Meski demikian reksadana saham ikut menyambut dengan kinerja 27.8% yang kembali mengalahkan indeks acuan. Sektor saham yang memberikan return tertinggi adalah properti, keuangan dan infrastruktur.

Pada tahun 2019 pemilu akan diselenggarakan pada tanggal 17 April 2019, pemilu ini menjadi spesial karena merupakan pertama kali pemilihan presiden dan pemilihan legislatif diselenggarakan secara serentak. Selain mengghemat waktu dan biaya pemilihan serentak ini juga memperkecil faktor ketidakpastian. Karena dilakukan bersamaan, maka calon Presiden dan Wakil Presiden diajukan berdasarkan suara legislatif pada tahun 2014. Demikian pula untuk Pilpres di tahun 2024, akan ditentukan berdasarkan perolehan partai di tahun 2019 nanti

Melihat data historis tentunya besar harapan pasar modal terutama yang berbasis saham kembali bergairah di tahun depan. Pemilu yang berjalan aman dan demokratis dan dukungan legislatif yang solid berpeluang untuk membuat kinerja reksadana kembali positif, ditambah dengan valuasi yang cenderung murah setelah koreksi pada tahun ini.

Namun demikian tentu saja pemilu bukan satu-satunya faktor yang menggerakkan pasar. Tahun depan pasar masih dibayangi oleh kenaikan suku bunga the fed dan juga oleh efek perang dagang yang bisa berimbas ke Indonesia. Kenaikan suku bunga ini terutama dapat menekan harga obligasi yang bermuara pada penurunan kinerja reksadana berbasis obligasi. Sehingga ada potensi kinerja reksadana pendapatan di tahun depan masih tertekan.

Sebagai investor reksadana maka harus tetap memperhatikan jangka waktu dan profil risiko. Untuk investor yang tidak nyaman dengan potensi kerugian reksadana pasar uang atau terproteksi dapat menjadi pilihan utama. Namun untuk investor yang berorientasi jangka panjang tidak ada salahnya fokus pada reksadana saham untuk tahun depan. Tentu kita berharap pemilihan tahun depan dapat berjalan dengan lancar dan menghasilkan eksekutif dan legislatif yang fokus pada kemajuan bangsa. Happy Investing