Bank Indonesia kembali menaikkan suku bunga acuan BI 7 Day Repo Rate menjadi 5.75%. ini adalah kenaikan ke 5 di tahun 2018 ini. Tren Kenaikan suku bunga diperkirakan akan terus berlanjut dipicu oleh normalisasi suku bunga di amerika serikat dimana The Fed berencana akan terus menaikkan suku bunga hingga sekitar diatas 3% pada tahun 2020. Efek dari kenaikan suku bunga ini paling terasa oleh instrumen Obligasi disusul oleh instrumen saham.

Secara historis, ketika suku bunga cenderung naik, harga saham justru cenderung turun. Sebaliknya, ketika suku bunga cenderung turun, maka harga saham cenderung naik. Mungkin masih banyak yang bertanya-tanya mengapa hal tersebut bisa terjadi atau terdapat hubungan apa di antara saham dan suku bunga.

Pada dasarnya, saham dan suku bunga merupakan dua hal yang saling bertolak belakang. Dari sisi perusahaan, suku bunga menjadi biaya modal (cost of capital), sedangkan dari sisi perusahaan, suku bunga merupakan biaya kesempatan (cost of opportunity) dari sisi investor.

Perusahaan yang berencana memperluas bisnisnya (ekspansi), tentu memerlukan tambahan pembiayaan. Pembiayaan itu bisa berasal dari perusahaan sendiri, berupa modal atau mencari sumber dari luar, berupa pinjaman atau hutang.

Jika perusahaan memperoleh pembiayaan dari hutang, maka perusahaan harus menanggung beban bunga dari pinjaman tersebut dan beban bunga akan mempengaruhi laba bersih perusahaan. Jadi, ketika suku bunga naik, maka laba bersih perusahaan diperkirakan turun karena naiknya beban bunga dan sebaliknya.

Setiap kenaikan atau penurunan laba bersih perusahaan akan segera tercermin pada harga sahamnya di bursa. Jadi, jika laba bersih perusahaan diperkirakan turun, maka harga sahamnya juga dipastikan cenderung turun, dan sebaliknya.

Di samping itu, naiknya tingkat bunga kredit memungkinkan terhambatnya kegiatan ekspansi perusahaan. Akibatnya, perkiraan laba perusahaan yang lebih tinggi menjadi tidak terealisasi, dan selanjutnya harga saham pun ikut turun.

Jika mengandalkan pembiayaan dari modal sendiri dengan cara menerbitkan saham, maka perusahaan harus memberikan imbal hasil minimal yang setidaknya sama dengan rata-rata suku bunga deposito ditambah persentase tertentu untuk resiko dari saham itu sendiri (premi resiko).

Mengapa demikian? Karena investor perlu mendapatkan kompensasi atas hilangnya biaya kesempatan berupa bunga deposito seandainya ia menempatkan semua dananya di saham. Jadi, ketika suku bunga naik, maka imbal hasil minimal investor pun akan naik. Selanjutnya, harga saham pun harus lebih rendah untuk dapat mencapai imbal hasil minimal tersebut.

Dalam kondisi di mana suku bunga cenderung menurun, banyak orang menyarankan untuk membeli saham-saham yang dianggap sensitif terhadap suku bunga. Namun, kadangkala saran tersebut masih membingungkan karena tidak semua orang tahu apa arti dari “sensitif terhadap suku bunga”.

Oleh karena itu hal tersebut diukur dalam bentuk korelasi. Korelasi menggambarkan hubungan pergerakan harga saham dengan suku bunga. Jika suku bunga naik dan harga saham turun, maka disebut korelasi negatif. Jika suku bunga naik dan harga saham juga naik, maka disebut korelasi positif.

Sebenarnya, sensitivitas saham terhadap suku bunga dapat dilihat dari korelasinya. Namun sekarang yang menjadi perhatian adalah saham-saham yang berkorelasi paling kecil atau negatif terhadap pergerakan suku bunga.

Untuk mempermudah penelitian, pada artikel kali ini membuat korelasi dari pergerakan nilai indeks dari kesembilan sektor saham yang terdapat di Bursa Efek Indonesia (BEI) terhadap pergerakan suku bunga di Indonesia. Adapun periode bulanan yang digunakan adalah dalam 10 tahun terakhir. Hasil korelasinya dapat dilihat pada tabel berikut.

Dari tabel di atas, ternyata memang semua sektor saham berkorelasi negatif dengan pergerakan suku bunga yang artinya bila buku bunga naik maka harga saham akan turun, sektor Keuangan mempunyai korelasi negatif paling tinggi, disusul oleh sektor Aneka Industri, dan sektor Konsumen. Dengan demikian, setiap perubahan pada suku bunga akan menyebabkan perubahan yang paling besar pada saham-saham di sektor Keuangan seperti saham bank dan multifinance. Sektor aneka industri sendiri saat ini di Bursa mencerminkan industri otomotif, sehingga kenaikan suku bunga dapat diterjemahkan sebagai penurunan penjualan karena sebagian penjualan otomotif omumnya melalui kredit kendaraan bermotor. Sedangkan pada sektor konsumen dengan kenaikan suku bunga dan penyaluran kredit menurun dapat berimbas pada turunya konsumsi masyarakat.

Sedangkan sektor yang korelasinya paling rendah terhadap pergerakan suku bunga adalah sektor perdagangan dan komoditas seperti pertanian dan pertambangan. Hal ini karena harga komoditas seperti CPO dan Batubara lebih terpengaruh oleh sentimen eksternal dibanding pergerakan suku bunga. Sektor perdagangan sendiri di bursa efek indonesia didominasi oleh emiten kontraktor pertambangan sehingga pergerakanya searah.

Jadi, dengan kecenderungan suku bunga yang masih naik karena tekanan the fed dan melemahnya nilai tukar, maka saham-sahamdengan korelasi negatif besar dapat terus tertekan, walau demikian siklus ekonomi akan terus berulang dan bagi investor jangka panjang tidak ada salahnya mengkoleksi saham dengan valuasi murah. Happy Investing!