Pasar saham di Indonesia sedang bergejolak, terlihat dari kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang pernah mencapai 5% pada bulan february dan menurun pada bulan maret hingga 1.37%. Positifnya kinerja di 2018 dimotori oleh perbaikan harga komoditas dan optimisme tahun politik yang memicu konsumsi. Namun kekhawatiran atas kenaikan suku bunga di amerika serikat memicu pelemahan Rupiah terhadap USD. Meski demikian potensi kenaikan saham tetap ada, diantaranya dipicu oleh baiknyakinerja keuangan para emiten dan juga pembagian dividen.
Kondisi ketidapastian pada pasar modal adalah wajar, walau berbeda pokok permasalahan namun siklus bullish dan bearish selalu datang silih berganti. Untuk memitigasi hal tersebut umumnya investor saham disarankan untuk melakukan strategi buy & hold yaitu membeli saham dan terus memegangnya dalam jangka panjang. Strategi ini memang terbukti efektif bagi investor pada umumnya. Selama investor membeli saham yang kinerja emitennya baik dan menghasilkan keuntungan maka nilai sahamnya memang selalu naik. Namun demikian apakah buy & hold menjadi strategi yang paling menguntungkan dalam berinvestasi saham? Bagaimana bila dibanding dengan strategi trading? Mana yang lebih menguntungkan?
Di pasar modal luar negeri terutama Amerika Serikat (AS) sering didengar pepatah yang berbunyi Sell In May & Go Away. Dasar pemikiran dari pepatah ini adalah penelitian di AS yang menyimpulkan bahwa dibanding melakukan buy & hold investor lebih baik berinvestasi pada bulan-bulan baik dimana umumnya bursa mengalami rally yaitu November- April dan memindahkan dana ke instrumen yang lebih aman seperti deposito atau obligasi jangka pendek pada bulan-bulan yang kurang baik bagi pergerakan bursa pada bulan Mei – Oktober. Investor yang melakukan hal ini akan mendapatkan kinerja yang jauh lebih tinggi dibanding memegang saham sepanjang waktu.
Apakah strategi diatas dapat di implementasikan di Indonesia? Rata-rata return bulanan IHSG selama 10 tahun kebelakang menunjukkan bulan dengan rata-rata return tertinggi adalah bulan April (5.9%) dan bulan dengan rata-rata return terburuk adalah pada bulan Agustus ( -2.36%). Tingginya rata-rata return di bulan April dapat dikaitkan dengan musim panen yang berimbas positif pada inflasi, maraknya rilis laporan keuangan tahunan dan juga pengumuman pembagian dividen pada bulan tersebut yang memicu kenaikan harga saham. Sementara pada bulan Agustus inflasi cenderung meningkat seiring musim tahun ajaran baru anak sekolah. Dengan demikian tentu menarik bila kita menelaah secara historis bagaimana bila menjual setelah bulan terbaik (pada Mei) dan membeli setelah bulan terburuk lewat (pada September). Simulasi dari strategi diatas sejak tahun 2007 dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel Kinerja IHSG
Dari hasil simulasi historis pada tabel dapat dilihat bahwa strategi sell in may &buy in september sejak tahun 2009 belum pernah mengalami kerugian. Dari hasil simulasi bila investor melakukan strategi buy & hold sejak awal September 2009 hingga 9 Maret 2018 maka kinerja yang diperoleh adalah sekitar 176.47% dan bila investor melakukan strategi sell in may & buy in september kinerja yang diperoleh mencapai 218.5%. Hal ini terjadi karena dengan strategi diatas investor sebenarnya telah melakukan manajemen risiko dan ‘selamat’ dari kejatuhan bursa yang cukup dalam di tahun 2013 dan kejatuhan lain di tahun 2015. Hasil diatas masih mengasumsikan pada bulan Mei- Agustus investor hanya memegang dana dalam bentuk kas. Sejatinya bila dana tersebut di alokasikan sementara ke deposito atau reksa dana pasar uang yang menghasilan return kinerja yang diperoleh akan lebih tinggi lagi. Hasil ini konsisten pada semua sektor saham dan dapat juga di terapkan pada investasi reksa dana saham karena umumya reksa dana saham pergerakanya berkorelasi positif dengan IHSG. Tentu saja simulasi ini menggunakan data historis dan tidak dijamin berulang pada masa yang akan datang. Pun demikian hasil pengamatan ini dapat dijadikan acuan oleh investor yang berorientasi jangka panjang untuk mencoba mengoptimalkan kinerja investasinya dengan melakukan profit taking pada bulan Mei, parkir dana pada instrumen pasar uang dan kembali full invest pada bulan September. Happy Investing