Sejalan dengan pembangunan infrastuktur di Indonesia tentu berinvestasi di proyek yang berkaitan dengan infrastuktur bisa menjadi hal yang menarik dimana imbal hasil yang didapat bisa dari kenaikan harga atau dari pendapatan hasil sewa. Tahukah anda bahwa investasi di proyek infratruktur dapat dilakukan melalui Dana Investasi Infrastuktur (DINFRA)?

Sebelumnya ada baiknya kita memahami kembali tentang DINFRA didefinisikan sebagai kumpulan uang pemodal yang oleh perusahaan investasi atau manajer investasi diinvestasikan ke dalam aset infrastruktur baik secara langsung ( dengan membeli aset infrastuktur di mana sewa dan hasil penjualan dari aset tersebut dikembalikan ke pemodal sebagai dividen) maupun tidak langsung ( dengan membeli saham/obligasi yang diterbitkan perusahaan terkait infrastruktur). Penggolongan aset infrastuktur sendiri menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 52 tahun 2017 tergolong relatif luas seperti contohnya aset berupa proyek transportasi, telekomunikasi, pendidikan, energi, kesehatan, perumahan dan bahkan sarana olahraga.

Diluar negeri umumnya DINFRA menganut bentuk hukum trust. Bentuk hukum ini memang tidak dikenal di Indonesia, oleh karena itu DINFRA di luncurkan dengan payung hukum Kontrak Investasi Kolektif (KIK). Meskipun menganut aliran KIK dan strukturnya mirip namun DINFRA bukanlah reksadana. Hal ini karena DINFRA memiliki beberapa karakteristik khusus yang tidak sesuai dengan batasan reksadana saat ini.

Investasi DINFRA dibatasi menjadi 3 hal yaitu aset infrastuktur (misalnya membeli aset gedung perkantoran/jalan tol/rumah sakit dan menyewakannya), Aset yang berkaitan dengan infrastukturt (membeli saham/ obligasi perusahaan terkait infrastuktur) dan juga dalam bentuk kas atau setara kas.

DIRE diwajibkan menginvestasikan minimum 51% dari dana kelolaanya ke aset yang berhubungan dengan. Dalam membeli aset infratruktur tentu saja ada aturan khususnya misalnya DINFRA dilarang membeli aset infrastruktur yang belum menghasilkan, dan dalam membeli proyek yang sedang dalam pembangunan dibatasi maksimal 25% dari dana kelolaan, Dalam membeli saham/obligasi yang berhubungan dengan infrastruktur DINFRA juga dilarang melakukan transaksi margin maupun short sale dan porsi maksimalnya 49% dari dana kelolaan. Setiap tahun DINFRA juga wajib membagikan dividen minimal 90% dari pendapatan kena pajak.

Bicara mengenai potensi keuntungan maka saat ini nilai sewa properti pertahun adalah 7-10% dari nilai properti tersebut. Dengan nilai properti yang terus meningkat setiap tahunnya tentu saja dalam jangka panjang investor DINFRA diharapkan mendapatkan

pendapatan dari kenaikan nilai aset plus nilai sewanya. Dengan DINFRA pemodal kecil pun dapat ikut berkecimpung dalam sektor investasi infrastuktur. Selain itu DINFRA dapat dicatatkan pada bursa saham sehingga membantu dari sisi likuiditas dimana investor pada menjual kepemilikan DINFRA kepada investor lain

Bagaimana dengan risikonya? DINFRA hanya bisa berinvestasi ke aset infrastruktur artinya kinerjanya akan sangat bergantung pada sektor infrastruktur yang menjadi aset dasarnya. Risiko juga timbul pada kemungkinan gagal bayar sang penyewa, turunnya nilai aset dan risiko likuiditas pada saat investor mencairkan dananya sehingga manajer Investasi harus menjual asetnya, padahal menjual aset infratsruktur tidak selikuid menjual aset di pasar modal.

DINFRA pertama di Indonesia saat ini sudah dilahirkan oleh PT Bowsprit Asset Management dengan produk DINFRA Bowsprit Township Development yang memiliki asset berupa proyek infrasturktur di Jawa Barat. Kinerja yang diharapkan adalah dari hasil sewa ( baik dari tenant, hasil parkir dan sebagainya) ditambah dengan kenaikan dari harga tanah ( di dinilai oleh Appraisal independen terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan secara bulanan). Untuk membeli DINFRA ini dapat lansung dari manajer investasi yang menerbitkan. Adapun di tahun 2018 ini sudah ada kandidat DINFRA berikutnya dari PT Bowsprit Aset Management yang direncanakan memiliki aset berupa proyek infratruktur di Jawa Barat mupun Jawa Timur.

Namun demikian tentu saja ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum anda memutuskan memarkirkan dana anda di DINFRA antara lain dana awal yang cukup besar, kedua adalah dari sisi likuiditas dimana bila anda memutuskan untuk keluar dari DINFRA bisa jadi akan terkena redemption fee yang relatif tinggi dan transaksi di bursa bisa saja cenderung tidak likuid. Dengan asset dan jumlah unit yang tetap, DINFRA juga terbatas dalam menerima investor baru sehingga anda akan bisa masuk bila ada investor lain yang bersedia menjual unit nya.

Dengan segala potensi dan risikonya DINFRA diharapkan ikut memperkaya wahana investasi di Indonesia sambil ikut memajukan pembangunan infratsruktur di Indonesia.

Happy Investing