Reksadana syariah (RDSy) pada dasarnya adalah investasi yang sesuai dengan hukum agama Islam. Sehingga reksadana jenis ini haram hujumnya untuk membeli saham-saham yang berhubungan dengan riba,munuman keras dan rokok. Walaupun mengusung hukum Islam sebagai arahan investasi bukan berarti reksadana ini eksklusif untuk muslim saja, bagi investor non muslim pun reksadana ini dapat dipandang sebagai diversifikasi strategi investasi. Bagaimana perkembangan RDSy saat ini?

Dibandingkan dengan jenis reksadana konvensional, perkembangan reksadana syariah masih dapat dikatakan tertinggal jauh. Asset Under Management (AUM) / Jumlah Dana Kelolaan untuk reksadana syariah justru menciut dari Rp 12 triliun pada awal April 2015 menjadi Rp 10.2 triliun pada April 2016 atau surut sekitar 15%. Penurunan ini dimotori oleh kinerja reksadana saham syariah yang memang menurun disusul dengan investor yang menarik dananya. Jika dibandingkan total dana kelolaan seluruh industri Reksadana yang mencapai Rp 288 triliun, pangsa pasar reksadana syariah hanya sekitar 3.5%.

Meski menurun 1 tahun terakhir perkembangan RDSy 10 tahun terakhir sejak 2006 boleh dibilang sangat fenomenal. Di mulai pada April 2006 hanya terdapat 17 RDSy dengan dana kelolaan sebesar Rp 474 miliar, pada april 2016 jumlah ini berkembang menjadi 90 RDSy dengan dana kelolaan sebesar Rp 10.2 triliun atau tumbuh 20 kalinya, sebuah angka yang fantastis. Pertumbuhan dana kelolaan ini didukung oleh imbal hasil sektor syariah yang memang sempat melejit tinggi masa booming komoditas 2007-2012 sehingga menarik minat masyarakat untuk mulai mencoba berinvestasi ke RDSy. Ditambah lagi RDSy juga dapat diperoleh melalui beberapa Bank sebagai agen penjual sehingga memperluas distribusinya.

Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator terus berkomitmen untuk mendorong industri reksadana syariah agar terus bertumbuh, hal ini terlihat dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan NOMOR 19 /POJK.04/2015 Tentang Penerbitan Dan Persyaratan Reksa Dana Syariah. Pada peraturan ini hal yang merupakan terobosan baru adalah tentang reksadana syariah berbasis sukuk dan reksadana syariah berbasis efek syariah luar negeri (yang dikenal sebagai global syariah fund)

Reksadana syariah berbasis sukuk sendiri mirip dengan reksadana pendapatan tetap syariah yang sudah ada namun selain berinvestasi pada sukuk dan surat berharga negara syariah diijinkan juga untuk berinvestasi pada surat berharga komersial syariah. Aturan ini membuka jalan bagi reksadana syariah untuk memberikan pendanaan bagi proyek sektor riil hingga usaha kecil dan menengah yang sesuai dengan prinsip syariah, syaratnya surat berharga ini mendapatkan peringkat investment grade dari pemeringkat efek. Walaupun konsepnya menarik namun hingga saat ini belum ada manajer investasi yang menerbitkanya mengingat pembiayaan sektor riil memiliki risiko yang lebih kompleks.

Reksadana syariah jenis baru berikutnya adalah Global syariah fund yang diijinkan menempatkan hingga 100% asetnya ke efek syariah di luar negeri yang boleh dikombinasikan dengan efek syariah dalam negeri. Efek Syariah Luar Negeri yang boleh menjadi objek investasi adalah efek yang diterbitkan oleh penerbit yang negaranya telah menjadi anggota International Organization of Securities Commissions (IOSCO).

IOSCO adalah semacam asosiasi untuk Bursa Efek di seluruh dunia dengan lebih dari 100 negara yang sudah bergabung di dalamnya. Daftar anggotanya dapat dilihat pada situs www.iosco.org
Karena reksadana ini berbasis efek luar negeri, maka tentu tingkat risikonya lebih rumit dibandingkan yang berbasis efek dalam negeri. Mulai dari risiko kurs hingga risiko politik dan peraturan luar negeri yang mungkin tidak kita pahami. Untuk itu, investor yang berinvestasi pada Global Syariah Fund ini diharapkan merupakan investor yang mampu memahami risiko tersebut. Dalam peraturan, disebutkan untuk minimum investasi adalah bagi investor adalah USD 10.000 atau setara jika menggunakan mata uang lain.

Adapun saat ini terdapat 4 reksadana global syariah dengan gambaran kinerja sebagai berikut

Benchmark yang digunakan yaitu Jakarta Islamic Index (JII) memang tidak apple to apple dengan reksadana global syariah yang berbasis USD namun paling tidak memberikan gambaran kinerja saham syariah dalam negeri pada periode yang sama. Periode yang masih sangat pendek tentunya belum dapat dianalisa secara mendalam, namun demikian secara umum reksadana global syariah memiliki potensi kinerja yang menarik sebagai diversifikasi investasi terhadap saham syariah dalam negeri.

Dengan tumbuhnya industri syariah di Indonesia tidak ada salahnya bagi para investor untuk mulai melirik RDSy, bagi investor yang telah memiliki reksadana konvensional pun RDSy tetap menarik karena disaat sektor keuangan sedang lesu karena indikasi penurunan suku bunga BI rate sektor syariah yang menghindari sektor ini menawarkan konsep diversifikasi karena berdasarkan strategi investasinya RDSy tidak bisa masuk ke sektor keuangan berbasis bunga. Ditambah lagi dengan potensi perbaikan harga di sektor pertambangan, agribisnis & infrastruktur yang merupakan beberapa sektor inti syariah masih terbuka lebar. Harap diingat bahwa Investasi di reksadana mengandung potensi untuk rugi yang dapat diminimalkan dengan berinvestasi untuk jangka panjang.

Happy Investing