Penghujung tahun 2013 sudah semakin dekat, namun pergerakan indeks bursa saham domestik tampaknya masih terseok-seok. Akibat kemerosotan sepanjang November 2013 di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh -5,64%, kinerja Year To Date (YTD) per akhir November 2013 pun kembali masuk ke zona negatif, yakni -1,40%. Koreksi IHSG tersebut terbilang cukup kontras mengingat mayoritas bursa saham regional Asia tidak ikut terpuruk bahkan ada yang menguat, seperti indeks Hang Seng dan Strait Times dengan kinerja di periode sama masing-masing 2,91% dan -0,76%.
Tidak dapat dipungkiri bahwa terjungkalnya IHSG tersebut tidak terlepas dari aksi jual investor asing yang cukup masif sepanjang November 2013 mencapai Rp4,01 triliun sekaligus membuat akumulasi transaksi investor asing sepanjang YTD berstatus jual bersih (net sell) sebanyak Rp24,5 triliun atau yang terburuk dalam satu windu terakhir. Beragam sentimen, seperti kekhawatiran isu tapering, masalah defisit neraca perdagangan domestik, ditambah tren pelemahan kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (AS) yang sempat menyentuh Rp12.000/ Dollar AS disinyalir menjadi salah satu penyebab sulitnya IHSG untuk bangkit dari keterpurukan.
Bila diamati secara historis, pergerakan IHSG sepanjang kuartal IV dalam 10 tahun terakhir cenderung menguat dengan probabilitas kenaikan 90% di mana koreksi terjadi pada kuartal IV-2008 sebesar -26,04% di tengah momen krisis keuangan global. Nah, memasuki kuartal IV di tahun ini, IHSG justru mencatat kinerja -1,38% sepanjang Oktober-November 2013. Apakah hal tersebut menandakan peluang kenaikan IHSG yang semakin tipis?
Probabilitas yang cukup tinggi untuk kinerja naik dari IHSG sepanjang kuartal IV salah satunya dipicu oleh persepsi terjadinya efek Windows Dressing, di samping sentimen-sentimen lain yang mempengaruhi, seperti musim publikasi laporan keuangan kuartal III dan pembagian dividen interim. Windows Dressing merupakan kondisi anomali pasar di mana tren pergerakan IHSG cenderung menguat jelang penutupan akhir tahun, terlebih sepanjang Desember yang terlihat pada statistik kinerja IHSG dalam 10 tahun terakhir. Pertanyaannya, apakah momentum Windows Dressing tersebut masih berpotensi terulang dan seberapa kuat ekspektasi kenaikan kinerja IHSG?
Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan Per Desember dalam 10 Tahun Terakhir

Bercermin pada torehan kinerja historis IHSG sepanjang Desember, terdapat 2 hal yang dapat disimpulkan. Pertama adalah hal yang cukup menggembirakan karena bursa saham memiliki peluang kenaikan yang kuat sepanjang Desember, yakni 100% dalam 10 tahun terakhir dengan rata-rata 5,04%, bahkan meskipun terjadi krisis global di tahun 2008. Sedangkan kedua adalah menjadi hal yang perlu diantisipasi di mana akselerasi penguatan kinerja IHSG kian melambat dalam 5 tahun terakhir, bahkan di tahun 2012 hanya sebesar 0,9%. Apakah hal tersebut mengkonfirmasi tipisnya peluang IHSG untuk terjadi Windows Dressing di tahun ini?
Menurut penulis, peluang tetap ada namun dengan ekspektasi kinerja yang tidak terlalu optimis. Alasannya, beragam sentimen ke depan tampaknya masih berpotensi menjadi kendala bagi potensi penguatan bursa saham domestik maupun regional. Dari luar negeri, isu kekhawatiran realisasi pengurangan stimulus (tapering) seiring mulai membaiknya rilis data-data ekonomi AS terakhir, masih menjadi isu utama yang cukup kuat mempengaruhi pasar.
Sementara dari dalam negeri, sejumlah isu yang berpotensi mengganjal laju pemulihan kinerja IHSG berupa potret makroekonomi yang kurang solid, seperti tekanan pada kurs Rupiah/Dollar AS yang mendekati level Rp12.000, neraca perdagangan yang masih rawan defisit, kondisi suku bunga acuan Bank Indonesia (BI), seperti Fasilitas Pinjaman dan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia, yang sudah naik cukup tinggi di tahun ini sebanyak 175 basis poin, serta peluang kenaikan inflasi yang masih terjadi di Desember 2013 berpapasan dengan momen hari raya dan libur akhir tahun.
Meskipun dengan ekspektasi kenaikan kinerja yang diperkirakan terbatas, namun investor bisa menyiasati momentum Windows Dressing dengan mencari peluang jangka pendek lewat market timing yang baik. Market Timing merupakan strategi investasi jangka pendek dengan menentukan waktu yang dianggap cukup baik untuk masuk dan keluar dari bursa saham. Peluang tersebut dapat terlihat dari rata-rata kinerja mingguan sepanjang bulan Desember dalam 10 tahun terakhir.
Dari penelitian yang dilakukan melalui 40 data mingguan, terlihat bahwa selama minggu ke-4 dari bulan Desember memiliki probabilitas kenaikan tertinggi sebesar 90% dengan rata-rata kinerja 1,38% sekaligus menjadi puncak akselerasi kinerja IHSG. Sementara untuk minggu ke-2 dan 3 hanya memiliki probabilitas naik 60% dan rata-rata kinerja di bawah 1%. Jadi, strategi market timing dalam momentum Windows Dressing bisa dilakukan pada minggu ke-2 dan 3 saat bursa saham cenderung fluktuatif.
Di samping strategi market timing, investor juga perlu bertindak selektif dalam memilih saham-saham dari sekelompok sektor saham yang dianggap prospektif secara fundamental dan bahkan memiliki probabilitas kenaikan kinerja yang cukup besar agar hasil investasi bisa lebih baik. Beberapa sektor saham yang memiliki probabilitas kenaikan yang cukup solid, seperti sektor Perdagangan dan Keuangan yang juga memiliki probabilitas naik 100% dalam 10 tahun terakhir.
Beberapa sentimen yang berpotensi menjadi katalis, yakni kebiasaan masyarakat pada aktivitas berpergian dan belanja masyarakat di akhir tahun di tengah adanya momentum hari raya dan liburan tahun baru. Kondisi tersebut dianggap menguntungkan bagi sektor Perdagangan, terutama Perdagangan Ritel. Sementara dampak positif ke sektor Keuangan, terutama Perbankan berupa penambahan konsumsi yang memicu peningkatan frekuensi penggunaan jasa keuangan, seperti kartu kredit oleh masyarakat dalam berbelanja.
Happy Investing!