2013 tampaknya belum menjadi momen bagus bagi investasi di bursa saham domestik. Hal tersebut terlihat dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang masih tertekan dengan kinerja Year To Date (YTD) 22 November 2013 sebesar 0,03% di level 4.317,96. Dengan kondisi tersebut, diperkirakan sulit bagi IHSG untuk bisa mengulangi prestasi sepanjang 2012 yang berhasil menoreh kinerja di atas dua digit, yakni 12,94%.

Pergerakan IHSG pun juga mulai tidak terlalu searah (decoupling) dengan kinerja bursa-bursa saham regional, seperti indeks Dow Jones Industrial Average (Amerika Serikat/AS) dan Hang Seng (Hong Kong) sehingga korelasi pergerakan terhadap kedua indeks saham regional tersebut kian menurun dalam 3 tahun terakhir sejak 3 tahun terakhir. Penyebabnya, yakni semakin beragamnya sentimen-sentimen penggerak, baik dari dalam maupun luar negeri.

Kandasnya laju IHSG yang sempat mencapai rekor tertinggi per 20 Mei 2013 dengan torehan 20,81% dipicu oleh 2 sentimen negatif yang cukup kuat, yakni imbas kekhawatiran yang besar atas rencana bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve, untuk mengurangi kucuran stimulus melalui program Quantitative Easing (QE) tahap 3 dan potret data-data makroekonomi domestik yang terlihat kurang solid, di antaranya seperti lonjakan inflasi pasca keputusan pemerintah atas kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi per Juni 2013 serta berlanjutnya tekanan pada nilai tukar (kurs) Rupiah terhadap Dollar AS (Rp/USD).

Menanggapi kedua sentimen tersebut, investor asing pun tampak tidak nyaman dan berangsur-angsur keluar dari bursa saham domestik. Hal tersebut terlihat pada rekap transaksi investor asing yang mencatat penjualan bersih (net sell) sepanjang YTD per 22 November 2013 sebesar Rp24,9 triliun atau rekor terdalam selama 1 windu terakhir menyusul arus dana keluar investor asing yang terjadi selama 4 bulan berurut-turut (Mei-Agustus 2013) sebesar Rp39,8 triliun. Akibatnya, kurs Rp/USD pun kian tertekan hingga menembus ke atas Rp11.000 per Dollar AS sejak September 2013.

Menjelang tahun 2014, ada sejumlah hal penting penggerak perlu dicermati investor saham. Pertama, masalah prospek ekonomi global yang diperkirakan masih bertumbuh, namun cenderung melambat, menyusul sikap pesimisme lembaga moneter internasional (International Monetary Fund/IMF) yang memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global di 2014 dari sebelumnya 3,8% menjadi 3,6%. Namun, jika ekonomi global, terlebih AS semakin membaik, masalah yang berpotensi muncul adalah kekhawatiran besar pasar atas realisasi pengurangan kucuran stimulus moneter dari The Fed yang dianggap dapat menggurangi suplai Dollar AS di pasar keuangan sehingga membuat Dollar AS cenderung menguat terhadap sejumlah mata uang global lainnya sekaligus menekan kinerja harga komoditas dunia. Tambah lagi, belum jelasnya penyelesaian masalah batasan utang (debt ceiling) pemerintah AS juga dapat menjadi sentimen negatif jika kembali diungkit.

Kedua, prospek pemulihan ekonomi global yang masih lambat dikhawatirkan berdampak buruk bagi indikator makroekonomi domestik yang hingga saat ini masih lesu, seperti melambatnya laju pertumbuhan ekonomi, inflasi tahunan yang tinggi dan memicu kenaikan suku bunga, pelemahan kurs Rp/USD ke level terendah dalam 5 tahun terakhir, dan defisit neraca perdagangan hingga kuartal III-2013. Namun, prospek inflasi di tahun depan berpotensi melambat seiring memudarnya efek kenaikan harga BBM sehingga memunculkan peluang penurunan suku bunga acuan untuk mendongrak pertumbuhan ekonomi domestik.

Ketiga, adanya aturan baru dari BEI atas satuan perdagangan dan fraksi perubahan harga saham yang berlaku per 6 Januari 2014, juga diperkirakan menjadi katalis positif untuk menopang IHSG. Alasannya, hal tersebut dapat membantu penyerapan jumlah investor saham di Indonesia, terlebih dari investor ritel. Keempat, momen pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) juga dapat menjadi sentimen penggerak karena terkait visi dan misi dari para calon Presiden dan Wakil Presiden atas perekonomian domestik.

Kelima, menurut penulis, peluang IHSG untuk kembali bangkit dan mencetak torehan positif di tahun depan pun masih ada. Berdasarkan estimasi rata-rata pertumbuhan laba bersih emiten-emiten saham dan Price Earnings Ratio (PER) wajar dalam indeks LQ-45, yakni 15,4% dan 14 kali sepanjang 2014, diperkirakan target wajar IHSG berada di level 5.230 atau terdapat potensi kenaikan sebanyak 2 digit dari posisi IHSG saat ini.

Kemudian, sektor-sektor industri apa saja yang masih menarik di tahun depan? Paling tidak, ada 4 sektor industri yang potensial, yakni sektor Properti & Real Estate (Konstruksi & Properti Lahan Industri), Industri Dasar (Pakan Ternak dan Semen), Barang Konsumsi (Farmasi dan Makanan Minuman), serta Perdagangan, Jasa, & Investasi (Ritel dan Media Iklan).

Prospek industri Konstruksi dan Properti Lahan Industri ditopang oleh kelanjutan program MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) dalam jangka panjang serta aliran dana investasi langsung (direct investment), baik dari lokal maupun asing yang cenderung meningkat pasca Pemilu sehingga mendorong kenaikan pada rata-rata harga jual lahan industri karena potensi naiknya permintaan. Prospek industri pakan ternak ditopang oleh peningkatan pendapatan masyarakat serta tingkat konsumsi per kapita atas ayam broiler yang masih relatif rendah dibanding negara-negara lain.

Prospek industri Semen ditopang oleh kebutuhan pembangunan Properti dan pengembangan Infrastruktur, terlebih permintaan yang masih cukup besar di pulau Jawa dan Sumatera. Prospek industri Farmasi mendapat katalis dari potensi belanja kesehatan yang meningkat seiring adanya BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) yang mencakup urusan kesehatan masyarakat melalui program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.

Prospek industri Makanan & Minuman serta Perdagangan Ritel tampak defensif karena tren perubahan gaya hidup masyarakat di mana kelompok usia produktif serta kelas menengah juga meningkat ditambah pertumbuhan pada rata-rata pendapatan masyarakat. Terakhir, industri Media Iklan ditopang oleh potensi tambahan pendapatan iklan dari masa Pemilu di tahun depan.

Dengan berbekal persiapan menyambut tahun 2014, investor diharapkan lebih cermat dalam menyiasati arah pergerakan pasar saham. Karena itu, penulis menyarankan agar investor tetap fokus pada saham-saham dari industri prospektif untuk investasi jangka panjang serta tidak mudah terpengaruh oleh gejolak sentimen yang hanya bersifat jangka pendek. Happy Investing!