Menjelang penghujung 2013, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melemah di mana kinerja Month To Date (MTD) per 26 November 2013 sudah tergerus 6,10%. Padahal, IHSG sempat kembali perkasa di September dan Oktober 2013, masing-masing 2,89% dan 4,51% pasca terkoreksi selama periode Juni – Agustus 2013. Akibatnya, kinerja Year To Date (YTD) IHSG pun kembali jatuh ke zona negatif, yakni -1,89%.
Minimnya sentimen positif ditambah masih melekatnya kekhawatiran pelaku pasar pada isu rencana pengurangan stimulus (tapering) oleh bank sentral AS, the Fed, di tengah membaiknya ekonomi Amerika Serikat (AS) serta kondisi makroekonomi domestik yang masih lesu, seperti kelanjutan tren pelemahan kurs Rupiah terhadap Dollar AS menjadi salah satu sentimen pemberat laju bursa saham domestik.
Terbawa arus IHSG yang melempem, kinerja reksa dana saham pun secara rata-rata tak mampu bertahan di level positif, bahkan terkoreksi lebih dalam di mana kinerja indeks reksa dana saham (IRDSH) sepanjang YTD per 26 November 2013 sebesar -4,62%. Bila dilihat dalam periode yang lebih jauh, kinerja reksa dana saham sepertinya memang cenderung relatif tertinggal dari IHSG. Misalnya, selama periode 3 tahun dan 5 tahun terakhir per 26 November 2013, indeks reksa dana saham hanya mecatat 6,0% sementara IHSG meroket 16,27%. Dalam periode 5 tahun terakhir pun, indeks reksa dana saham hanya mencetak kinerja 202,58% atau masih di bawah kinerja IHSG yang sebesar 254,96%.
Memang jika dibandingkan dengan jenis reksa dana lainnya, reksa dana saham tampaknya menjadi primadona investor, khususnya bagi yang bertipe agresif. Hal itu terlihat dari jumlah dana kelolaan reksa dana saham yang menempati komposisi terbesar, yakni 46,10% per Oktober 2013 terhadap total dana kelolaan industri reksa dana di luar jenis Penyertaan Terbatas dan Dollar AS. Dari sisi kinerja jangka panjang pun, reksa dana saham lebih menarik karena berpeluang menghasilkan imbal hasil (return) yang paling besar dibanding return jenis reksa dana lainnya. Bahkan bila dibandingkan dengan indeks acuan, beberapa reksa dana saham mampu memberikan return yang lebih tinggi dari IHSG. Namun, hal yang perlu dicermati investor pada investasi reksa dana saham adalah resiko fluktuasi pada harga reksa dana tentu lebih tinggi pula dibandingkan jenis reksa dana lainnya.
Selain reksa dana saham, ada 2 jenis reksa dana lain yang juga berbasis investasi saham, yaitu reksa dana indeks saham dan Exchange Traded Fund (ETF). Sesuai dengan namanya, reksa dana indeks menitikberatkan investasi pada portofolio saham yang terdapat dalam suatu indeks tertentu dengan bobot yang sama atau mendekati kapitalisasi masing-masing saham dalam indeks tersebut. Begitu pula dengan dengan ETF yang portofolionya juga meniru indeks saham tertentu. Namun, perbedaannya adalah ETF juga dapat diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) layaknya saham. Meskipun reksa dana jenis indeks dan ETF tidak harus beralokasi pada indeks saham, namun secara keseluruhan hanya ada 1 dari 10 reksa dana dari jenis indeks dan ETF di Indonesia yang mengacu pada indeks obligasi dan sisanya menggunakan indeks saham tertentu sebagai isi portofolio.
Perbedaan antara reksa dana saham dan reksadana indeks atau ETF yang berbasis saham terletak pada gaya pengelolaan investasinya. Di dunia pasar modal, dikenal dua gaya pengelolaan, yaitu aktif dan pasif. Pengelolaan aktif didasarkan pada persepsi adanya faktor ketidakefisiensian informasi yang terefleksi dalam pergerakan harga pasar saham. Akibatnya, Manajer Investasi (MI) secara aktif melakukan seleksi pada saham-saham yang dianggap masih potensial atau murah bila dibandingkan dengan harga wajarnya. Tambah lagi, pemanfaatan tren pasar yang terjadi pun juga dilakukan agar torehan kinerja reksa dana bisa lebih unggul dari indeks acuan tertentu atau rata-rata industri. Gaya pengelolaan ini yang umum diterapkan oleh para pengelola reksa dana saham.
Sementara pengelolaan pasif justru berakar dari pandangan bahwa cukup sulit untuk mengalahkan indeks acuan dalam investasi jangka panjang karena pergerakan harga saham di pasar dianggap sudah mencerminkan informasi-informasi yang ada. Akibatnya, strategi ini lebih berupaya untuk mengikuti arah pergerakan pasar dengan alokasi investasi meniru indeks saham tertentu. Gaya ini yang digunakan oleh para pengelola reksa dana jenis indeks dan ETF.
Pertanyaannya, mana yang lebih baik antara reksa dana dengan pengelolaan aktif dan pengelolaan pasif? Menggunakan data kinerja historis dari produk reksa dana indeks dan ETF yang dirata-rata dengan bobot sama sepanjang periode 5 April 2006 hingga 26 November 2013, reksa dana indeks dan ETF rata mampu menghasilkan return 173,47% atau mampu mengungguli.kinerja rata-rata reksa dana saham melalui indeks reksa dana saham yang hanya mampu menghasilkan 143,52%. Penentuan periode awal di 5 April 2006 dikarenakan jenis reksa dana indeks baru dirilis pertama kali.
Jika dilihat per tahunnya, terdapat probabilitas 75% (6 dari 8 periode pengamatan) di mana rata-rata kinerja indeks dan ETF mampu unggul dari indeks reksa dana saham. Cukup menarik bukan? Reksadana yang justru dikelola secara pasif ternyata lebih baik. Nah, apakah hal tersebut menyimpulkan bahwa investor sebaiknya pindah ke reksa dana yang dikelola pasif? Sebelum menjawab, coba bayangkan terdapat 2 mobil yang melaju di 3 lajur jalan. Mobil pertama adalah jenis sport warna merah dan melesat di antara ketiga lajur tersebut sambil mencari cara tercepat untuk sampai ke tujuan. Mobil kedua adalah jenis sedan warna hitam melaju konsisten di lajur tengah dengan kecepatan stabil. Tiba-tiba dari kejauhan, terdengar suara kereta api dan penutup jalur perlintasan kereta pun akan diturunkan. Melihat kondisi tersebut, kedua mobil tersebut tentu akan memiliki respon berbeda.
Mobil mana yang anda pilih? Mobil jenis sport warna merah dengan kecepatan tinggi memiliki peluang berhasil melewati rel kereta api sebelum penutup jalur diturunkan sehigga dapat sampai tujuan dalam waktu yang lebih cepat. Namun, resikonya adalah jika pengemudi tidak tangkas, mobil tersebut justru berpotensi menabrak. Sementara mobil jenis sedan hitam yang berkecepatan konstan tampak lebih aman dan tetap memiliki peluang sampai tujuan tepat waktu, namun dalam waktu yang lebih lambat.
Kembali ke pembahasan sebelumnya, mobil sport merah adalah reksa dana saham yang mana rata-rata kinerja secara historis cenderung tertinggal dari reksa dana indeks dan ETF. Akan tetapi, investor sebenarnya memiliki peluang yang besar terhadap potensi return yang lebih baik jika reksa dana yang terpilih memang sesuai dengan tujuan investasi. Sementara mobil sedan hitam adalah reksa dana indeks atau ETF yang mana return yang diterima investor lebih menyerupai indeks atau cenderung mengikuti arah pergerakan pasar. Jadi, reksa dana mana yang lebih baik sebenarnya tergantung pada tujuan investasi, persepsi terhadap arah pergerakan pasar, dan tingkat toleransi risiko dari investor.
Artinya, baik reksa dana dengan pengelolaan aktif maupun pasif, ternyata memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Dari segi biaya pengelolaan, reksa dana pasif (indeks dan ETF) umumnya mengenakan biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan reksa dana yang aktif (saham). Sementara reksa dana saham dapat memberikan banyak alternatif pilihan kepada investor dikarenakan jumlah produknya yang beragam. Apalagi jika investor benar-benar cermat memilih, potensi return yang diterima pun bisa lebih unggul dari indeks acuan maupun reksa dana indeks dan ETF yang berbasis saham. Happy Investing!
