Tak terasa sembilan bulan telah terlewati sepanjang 2013 di tengah berbagai kejutan berita pada investasi di Pasar Modal domestik. Berdasarkan data terakhir, kinerja investasi saham periode Year To Date (YTD) akhir September 2013 melalui Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hanya sebesar -0,01% atau tergerus dari rekor tertinggi per 20 Mei 2013 di level 5.214,98 dengan torehan kinerja 20,81%. Hal serupa terjadi di instrumen investasi Obligasi, terlebih obligasi pemerintah (Surat Utang Negara/SUN) melalui Infovesta Government Bond Index (IGBI) yang menggambarkan rata-rata kinerja SUN bahkan paling tertekan dengan kinerja -6,63% sepanjang periode yang sama.
Gejolak pasar tersebut juga akhirnya berimbas pada kinerja instrumen investasi Reksa Dana. Hal itu terlihat dari rata-rata kinerja Reksa Dana Saham melalui Indeks Reksa Dana Saham (IRDSH) yang hanya -2,05% sepanjang YTD akhir September 2013, atau merosot dari torehan tertinggi 22,25% per 29 Mei 2013. Tekanan lebih buruk terjadi pada rata-rata kinerja Reksa Dana Pendapatan Tetap melalui Indeks Reksa Dana Pendapatan Tetap (IRDPT) yang merosot menjadi -4,95% di periode yang sama. Reksa Dana Campuran melalui Indeks Reksa Dana Campuran (IRDCP) justru terlihat lebih defensif dengan rata-rata kinerja -0,51% di periode yang sama.
Di industri Reksa Dana Saham, dari 97 produk yang sudah memiliki kinerja YTD hingga kuartal III-2013, sebanyak 35 Reksa Dana mampu berkinerja di atas Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan rata-rata kinerja 5,82%, sementara sisanya relatif tertinggal. Bila dibandingkan dengan IRDSH, terdapat 48 Reksa Dana yang mampu memberikan kinerja di atas rata-rata.
Di industri Reksa Dana Pendapatan Tetap, dari 116 produk yang sudah memiliki kinerja YTD hingga kuartal III-2013, sebanyak 66 Reksa Dana mampu berkinerja di atas IGBI dengan rata-rata kinerja 0,32%. Penggunaan acuan IGBI dikarenakan kinerja IRDPT yang mencerminkan rata-rata kinerja Reksa Dana Pendapatan Tetap lebih menyerupai IGBI dengan korelasi positif 0,83.
Sementara di industri Reksa Dana Campuran yang mana alokasi portofolionya merupakan kombinasi dari instrumen Saham, Surat Utang (Obligasi), dan Pasar Uang, dari 101 produk yang sudah memiliki kinerja YTD hingga kuartal III-2013, sebanyak 46 Reksa Dana mampu berkinerja di atas IRDCP dengan rata-rata 4,45%.
Melihat kinerja Reksa Dana terakhir yang kurang memuaskan akibat tergerus tekanan di bursa Saham maupun Obligasi, bagaimana dengan prospek investasi Reksa Dana dalam jangka pendek ini, paling tidak hingga akhir tahun 2013? Hal sederhana yang dilakukan, yakni melihat tren berdasarkan rata-rata kinerja pola historis dari masing-masing indeks Reksa Dana dan acuan dalam 10 tahun terakhir sepanjang kuartal IV berdasarkan rata-rata kinerja dan peluang naik.
Kinerja Indeks Investasi Pasar Modal dalam 10 Tahun Terakhir
Nama Indeks | Oktober | November | Desember | |||
---|---|---|---|---|---|---|
Peluang Naik | Rata-Rata Kinerja | Peluang Naik | Rata-Rata Kinerja | Peluang Naik | Rata-Rata Kinerja | |
Indeks Reksa Dana Campuran | 70.0% | 0.54% | 70.0% | 0.83% | 100.0% | 2.96% |
Indeks Reksa Dana Pendapatan Tetap | 80.0% | 0.53% | 60.0% | 0.40% | 100.0% | 1.81% |
Indeks Reksa Dana Saham | 80.0% | -0.04% | 60.0% | 1.53% | 100.0% | 4.39% |
Indeks Harga Saham Gabungan | 70.0% | 0.08% | 50.0% | 1.97% | 100.0% | 5.04% |
Infovesta Government Bond Index | 80.0% | 0.42% | 60.0% | 0.64% | 90.0% | 2.68% |
Peluang kinerja investasi terbaik sepanjang kuartal IV berada di Desember dengan rata-rata minimal 2% dan peluang naik 100%. Sementara periode Oktober – November terbilang masih belum pasti menunjukkan tren kenaikan. Hal itu terlihat dari peluang kenaikan dari semua indeks yang di bawah 90%. Apa yang menjadi katalis positif bagi indeks pasar modal domestik jelang akhir tahun ini?
Pertama, tekanan sentimen negatif dari negara-negara besar yang mayoritas diperkirakan mulai mereda. Beberapa di antaranya seperti, efek penghentian sementara (shutdown) aktivitas pemerintahan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja investasi karena ekspektasi tertundanya pengurangan stimulus moneter oleh bank sentral AS jika pemulihan ekonomi terhambat oleh kejadian “shutdown” tersebut, di samping angka pengangguran terakhir dan inflasi yang masih belum mencapai target untuk realisasi pengurangan stimulus. Kekhawatiran saat ini masih terfokus pada masalah batas utang pemerintah AS dengan kemungkinan besar dinaikkannya batas utang untuk menghindari gagal bayar.
Di kawasan Uni Eropa, pemulihan ekonomi terlihat dari beberapa indikator, seperti indeks manufaktur Purchasing Manager Index (PMI) yang bertahan di atas level 50 (indikator ekonomi ekspansi), yakni 51,1 per September 2013. Di samping itu, masalah kekhawatiran utang yang sudah berlalu juga terlihat pada tren imbal hasil (yield) obligasi yang cenderung turun dari posisi 1 tahun terakhir di bawah 5% pada negara-negara besar yang sempat mengalami krisis utang, seperti Italia dan Spanyol.
Kedua, ekspektasi membaiknya potret makroekonomi domestik jelang akhir tahun, seperti laju inflasi tahunan yang diperkirakan mulai melambat pasca melonjak di atas 8% akibat keputusan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) per Juni 2013. Kondisi defisit neraca perdagangan pun juga mulai membaik, terlebih setelah per Agustus 2013 tercatat surplus $132,4 juta sekaligus diharapkan bisa menjadi sentimen pendorong penguatan kembali kurs Rupiah terhadap Dollar AS.
Ketiga, aliran dana investor asing juga kembali membanjiri pasar modal domestik sekaligus mencerminkan mulai meredanya kekhawatiran asing terhadap prospek investasi di Pasar Modal domestik. Hal itu terlihat pada laju aksi jual masif yang mulai mereda, baik di pasar Saham maupun Obligasi pemerintah. Di pasar saham, investor asing akhirnya mencatat transaksi pembelian bersih sepanjang September 2013 sebesar Rp61 miliar. Sementara di pasar SUN, kepemilikan investor asing di SUN kembali terkerek naik menjadi Rp 294,14 triliun di akhir September 2013 atau bertambah Rp10,13 triliun dibanding akhir bulan sebelumnya.
Keempat, sisi valuasi masih cukup menarik. Di bursa saham, Price Earnings Ratio (PER) dari indeks LQ45 yang dianggap mewakili pergerakan IHSG masih sedikit berada di bawah rata-rata historis jangka panjang di level 16 kali. Sementara di pasar SUN, spread (selisih) yield SUN tenor 10 tahun terhadap suku bunga FASBI yang sudah kembali turun dari level rata-rata plus 2 deviasi dalam 3 tahun terakhir juga secara tidak langsung mengindikasikan mulai adanya tren peningkatan pada harga SUN.
Dengan ekspektasi sentimen positif, baik dari dalam maupun luar negeri, maka peluang perbaikan kinerja investasi Reksa Dana yang berbasis investasi di Saham maupun Obligasi masih terbuka, terlebih menyusul momentum Windows Dressing yang umum terjadi jelang penutupan tahun. Investor pun bisa mencermati periode Oktober – November sebagai momentum akumulasi bertahap.
Namun, investor disarankan agar momentum ini lebih dimanfaatkan sebagai akumulasi investasi untuk jangka panjang sehingga pemilihan jenis dan produk Reksa Dana harus disesuaikan dengan profil resiko masing-masing agar hasil investasi yang diperoleh sesuai dengan target dan tujuan investasi.