Diversifikasi adalah suatu strategi investasi untuk cara melakukan kombinasi investasi dalam suatu portofolio. Tujuan dari diversifikasi adalah untuk meminimumkan risiko dan atau memaksimumkan return. Cara yang paling umum digunakan adalah investasi dengan dua kelas aset yang berbeda yaitu Saham dan Obligasi. Apakah cara tersebut ampuh?

Periode 1 tahun terakhir merupakan sebuah masa dimana pergerakan dunia investasi, terutama saham, sangat fluktuatif. Hal tersebut mengingatkan kita bahwa meskipun menjanjikan return yang besar, investasi pada instrumen saham memiliki tingkat risiko yang tinggi pula. Untuk organisasi Dana Pensiun yang pada umumnya memiliki profil risk and return yang lebih konservatif, diversifikasi merupakan strategi investasi yang harus dilakukan untuk mengurangi risiko.

Suatu diversifikasi yang sempurna terjadi ketika instrumen-instrumen yang ada di dalamnya memiliki korelasi negatif sempurna (-1). Sebagai contoh, sebuah portofolio yang sudah terdiversifikasi memiliki dua buah instrument investasi di dalamnya. Ketika salah satu investasinya bergerak turun (memberikan return negatif), maka investasi yang lain akan bergerak berlawanan dan memberikan return positif.

Diversifikasi biasanya dilakukan dengan membagi investasi ke kelas aset saham and obligasi. Bagi investor retail dengan terbatasnya dana dan kapabilitas maka dapat melakukan diversifikasi ini menggunakan reksadana saham (RDS) dan pendapatatan tetap (RDPT) yang berbasis obligasi. Namun apakah investasi pada obligasi merupakan bentuk diversifikasi dari investasi pada instrumen saham? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita akan membandingkan kinerja reksadana saham yang diwakili dengan Infovesta Equiy Fund Index yang merupakan kumpulan dari seluruh reksa dana saham dengan reksadana pendapatan tetap yang diwakili oleh Infovesta Fixed Income Fund Index.

Infovesta Fixed Income Fund Index adalah sebuah indeks yang dikembangkan oleh PT. Infovesta Utama yang dapat mewakili investasi pada reksadana pendapatan tetap. Indeks tersebut dibuat dengan asumsi bahwa seorang investor membeli seluruh reksadana pendapatan tetap yang beredar di pasaran dengan pembobotan yang sama (equal weighted).

Periode yang digunakan untuk membandingkan kinerja dari kedua instrumen investasi tersebut adalah periode waktu selama 1 tahun terakhir (6 Agustus 2014 – 6 Agustus 2015) dengan pertimbangan bahwa periode tersebut sudah meliputi periode Bullish (periode kenaikan pasar saham pada Nov 2014 – Maret 2015), dan periode bearish (periode kejatuhan pasar saham yang terjadi mulai kuartal II 2015 ). Hasil perbandingan kinerja keduanya dapat dilihat pada grafik perbandingan return berikut ini:

Dari grafik diatas, dapat kita lihat bahwa pada dasarnya pergerakan return dari RDS dan RDPT adalah berbeda. Pada periode Oktober 2014 – Maret 2015, keduanya memang berada dalam tren bullish, namun berbeda halnya yang terjadi pada periode yang berawal April 2015 sampai Juli 2015 dimana RDS dan RDPT sama-sama berada dalam periode bearish meskipun dengan magnitude yang berbeda . Karena memiliki pergerakan kinerja yang agak mirip, maka dapat dikatakan bahwa RDS dan RDPT memiliki korelasi yang positif. Hal ini dapat dilihat juga dengan menggunakan data-data return harian yang menunjukkan bahwa kedua instrumen investasi tersebut memiliki korelasi kinerja yang positif (korelasi = 0.35).

Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan pada periode tersebut, dapat disimpulkan RDPT sebenarnya bukan merupakan instrumen diversifikasi yang sempurna dari investasi RDS karena pergerakanya yang searah, namun demikian dengan risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan pergerakan kinerja investasi saham mengakibatkan investasi pada RDPT dapat mengurangi efek negatif yang ditimbulkan ketika investasi saham berada dalam kondisi bearish. Untuk dapat melakukan diversifikasi, idealnya investor harus dapat menemukan instrumen lain yang memiliki pergerakan yang berbeda dengan saham sehingga RDPT dapat menjadi alternatif pilihan. Selamat berinvestasi.