Index saham sektor pertanian Indonesia mengalami tekanan sepanjang tahun 2010 dimana index Pertanian sempat menyentuh 1993.77 dan di tengah tahun 2010 jatuh ke level 1427.35 atau turun sebanyak 28%. Di tahun 2011 index Pertanian lebih ke arah sideways di level 2320.59 ? 2146.04. Di tahun 2012 kembali seperti tahun 2010 dimana index berada di level 2062.82 dan juga diiringi sentimen harga minyak sawit dunia yang cenderung tertekan.
Emiten saham yang terkena pukulan dari melemahnya harga komoditas minyak sawit ini adalah, AALI (PT Astra Agro Lestari) harga tertinggi di tahun 2012 Rp 23,800 dan diawal Februari sudah turun sebanyak 19.5%, LSIP (PT London Sumatra) di tahun 2012 dengan harga Rp 3,150 lalu turun sebanyak 27% di awal Februari , BWPT (PT BW Plantation) di tahun 2012 sempat menyentuh harga Rp 1,790 sekarang sudah 24% tergerus dari harga tertinggi. Emiten tersebut terkena imbas dari pelemahan harga komoditi dunia ini terjadi dikarenakan oleh ekonomi Eropa dan Amerika yang belum mengalami pemulihan signifikan sejak krisis ekonomi tahun 2008 sehingga menyebabkan pelemahan pada permintaan komoditi minyak sawit.
Secara Makro kita bisa melihat beberapa faktor eksternal pertama adalah kekhawatiran terhadap suplai produksi minyak sawit yang berlebihan. Indonesia dan Malaysia adalah produsen minyak sawit terbesar didunia. Sedangkan kontribusi minyak sawit yang jika digabungkan bisa menghasilkan 38.6 juta ton per tahun, dan importir terbesar dunia untuk minyak sawit adalah India, China dan Eropa, dimana total impor minyak sawit mereka jika digabungkan adalah sekitar 19.5 ton pada tahun 2012, sedangkan konsumsi domestik minyak sawit Indonesia dan Malaysia jika digabungkan adalah sekitar 14.2 juta ton.
Faktor kedua adalah persediaan minyak sawit dipelabuhan China juga terbilang cukup tinggi diatas level 1 juta ton per Desember 2012. Tentunya ini akan membuat import minyak sawit China menurun. Persediaan minyak sawit Malaysia di bulan Desember 2012 juga naik 2.4% menjadi 2.63 juta ton, export minyak sawit Malaysia juga mengalami penurunan sebanyak 25% atau hanya 373.462 ton. Selain itu India juga menaikkan pajak importnya menjadi 2.5% untuk komoditi minyak sawit, hal ini akan mengakibatkan pelemahan untuk ekpor minyak sawit.
Faktor ketiga adalah mengenai lambatnya pemulihan harga minyak sawit dunia. Harga rata rata komoditi minyak sawit di bulan Januari 2013 adalah RM 2.222 (Ringgit Malaysia) per ton, sedangkan harga rata rata di periode yang sama tahun lalu adalah RM 3.182 per ton. Di tambah kenaikan upah minimum pekerja tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di Malaysia sekitar 9-49%. Upah pekerja memiliki 30-50% bagian dari perhitungan biaya produksi.
Sementara dari faktor internal kendala yang menghadang perkembangan minyak sawit domestik terutama adalah soal pajak ekspor dimana pemerintah tetap meneruskan pajak ekspornya. Hal ini berbanding terbalik dengan Malaysia yang menurunkan pajak ekspornya hingga 0%. Hal ini membuat minyak sawit Indonesia tidak kompetitif. Kendala lainnya adalah jika pemerintah juga menaikan harga BBM maka kenaikan untuk biaya produksi akan signifikan
GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) hanya memprediksikan peningkatan potensi ekspor minyak sawit Indonesia menjadi 8 juta ton dibandingkan dari tahun lalu yang 7.56 juta ton. Jika melihat proyeksi ekspor minyak sawit Indonesia yang hanya diperkirakan naik tipis, ada kemungkinan besar suplai minyak sawit Indonesia akan semakin tinggi seiring dengan produksi yang terus berjalan.
Berlatar belakang dari kedua faktor diatas sebenarnya masih ada emiten yang masih berpotensi dari index LQ45 dan jika kita melihat secara fundamental emiten Price Earning Ratio (PER) termurah adalah LSIP 11.59x dibandingkan dengan AALI di 13.60x dan BWPT 17.89x. Sedangkan ROE tertinggi dipegang oleh AALI 27.41%, lalu LSIP 23.16% dan BWPT 20.90%. Sementara lahan terbesar dan produktif dimiliki oleh AALI lalu dilanjutkan dengan LSIP dimana lahan plasmanya juga cukup besar, dan terakhir adalah BWPT.
Berdasarkan valuasi saham diatas, saham minyak sawit Indonesia sekarang ini berada pada level yang relatif murah sehingga patut untuk dipertimbangkan untuk koleksi pada kuartal pertama sampai kuartal kedua tahun ini. Didalam pelemahan sektoral inilah dimana fundamental analisis & pemilihan waktu patut untuk dipertimbangkan dalam pembelian saham minyak sawit.